Gegabah si Dewasa, Petaka si Anak

1753

“Dendam yang lama terpendam karena menurut pengakuannya, korban pernah memper**** ibunya saat masih SD dulu” jelasnya. Bahkan, karena peristiwa itu, ibu pelaku yang tertekan akhirnya meninggal dunia.

Diakui Elisa, si anak menyimpan trauma yang begitu dalam semenjak kabar ibunya dirudapaksa itu. “Dan itu terjadi karena orang-orang yang ada, waktu itu tidak peka. Bahwa apa yang dilakukan saat itu akan membekas pada diri sang anak,” lanjutnya.

Rangkaian-rangkaian peristiwa inilah yang diharapkan Elisa juga mendapat perhatian dari sisi kesehatan mentalnya. Harapannya, agar tidak memunculkan trauma lanjutan bagi si anak.

“Minimal ada yang mendampingi supaya mental si anak ini tetap baik. Punya optimisme dengan masa depannya. Karena kalau kita lihat, si anak ini kan sebenarnya korban dari situasi saat itu,” ujarnya. ke halaman 2

Satu pesan yang bisa diambil pelajaran dari kasus ini adalah bagaimana orang tua atau orang-orang dewasa supaya lebih peka dengan keadaan sekitarnya. “Karena salah laku atau berbicara, itu akan membawa pengaruh pada si anak,” jelas Elisa.

Di Kabupaten Pasuruan sendiri, kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) cenderung meningkat. Merujuk data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Bangil, angka ABH mencapai 10 kasus pada 2018. Meningkat menjadi 19 kasus pada 2019.

“Mentalitas anak-anak ini yang seyogyanya tetap menjadi perhatian supaya mereka bisa lepas dari trauma. Karena bagaimanapun juga mereka masih punya masa depan,” terang Elisa.

Penjelasan yang sama disampaikan ahli psikiater, Sandy Onie. Ia mengatakan, selama ini ada konsepsi yang salah di kalangan orang tua terkait perlindungan anak.

“Sebagian dari kita memahami perlindungan anak dalam artian secara fisik. Padahal, yang tidak kalah lebih penting adalah menjaga atau melindungi dari sisi mentalitasnya,” katanya melalui percakapan WhatsApp.

Bagaimana menjaga mental anak tetap sehat, tidak mengalami trauma, tidak banyak dipahami orang tua. “Padahal, ini juga akan mempengaruhi tumbuh kembang anak,” jelas Sandy.

Banyaknya usia anak yang memiliki kecenderungan bunuh diri menjadi bukti betapa kesehatan mental untuk anak itu juga penting. Sebagai catatan, merujuk Infodatin Kemenkes, sekitar 10 persen anak-anak SMP-SMA di Indonesia memiliki keinginan untuk bunuh diri.

“Inilah pentingnya orang tua supaya orang tua dan orang-orang sekitar lebih peka. Bahwa anak-anak pun punya masalahnya sendiri. Masalahnya, kita kadang tidak tahu karena memang tidak peka,” jelas peraih doktoral dari Universitas New South Wales, Australia ini.

“Karena kalau tidak, tentu akan menjadi petaka bagi mereka. Dan itu sudah terbukti dengan banyaknya anak-anak yang melakukan bunuh diri karena kita yang kurang peka,” tutupnya. (*) ke halaman awal

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.