Karena dinilai mengolah limbah B3 tanpa izin, oleh majelis hakim, Sri Rahayu bukan hanya divonis satu setengah tahun penjara. Tapi juga membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Hukuman itu dijatuhkan karena Sri Rahayu dinilai melanggar UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan.
Menjual limbah infus bekas bukan satu-satunya pelanggaran yang media ini temukan terkait tata kelola limbah medis. Praktik kongkalikong antara Fasyankes dan perusahaan transporter (jasa pengangkutan limbah) untuk menyiasati pengelolaan limbah juga terjadi.
Praktik tersebut dilakukan kaitannya dengan sistem pengisian manifest sebagai dokumen yang wajib dilaporkan jasa pengolah kepada pemerintah. Modusnya, dengan tidak memasukkan seluruh limbah yang dihasilkan ke dalam dokumen manifest. Fakta tersebut salah satunya dilakukan salah satu klinik di Jalan Panglima Sudirman, Kota Pasuruan. ke halaman 2
Diketahui, rata-rata volume limbah medis klinik ini mencapai 1-2 kuintal setiap bulannya. Saban tiga bulan, limbah yang masuk kategori B3 itu diangkut oleh PT. Triata Mulia, sebuah perusahaan jasa angkutan limban B3 asal Gresik. Atas jasanya itu, perusahaan ini mematok biaya sebesar Rp 18 ribu setiap kilonya.
Dengan angka itu, paling tidak, setiap tiga bulan sekali, klinik harus mengeluarkan biaya Rp 5,4 juta per tiga bulan hanya untuk membayar jasa pengolahan limbah B3.
Tentu, bagi pihak klinik angka tersebut kelewat besar. Karena itu, untuk menyiasatinya, pihak klinik memilih berkompromi dengan petugas pengangkut alias sopir.
Caranya, separo dari limbah yang dihasilkan, dilaporkan secara resmi melalui manifest. Sesuai dengan harga resmi yang dipatok. Sisanya, diserahkan ke sopir dengan harga Rp 8 ribu setiap kilonya.
Baca juga
Dengan menyaru sebagai pemilik klinik baru, media ini sempat menghubungi Aris, sopir Triata untuk menguji informasi tersebut. Meski sempat mengelak, Aris mengakui kebiasaannya memanipulasi manifest limbah dari kliennya.
“Gampang, nanti bisa diatur untuk mengisi manifesnya,” ujar Aris. Namun, saat dikejar kemana limbah medis yang tidak masuk dalam manifest itu dibawanya, Aries enggan membocorkan.
Lemahnya pengawasan oleh otoritas terkait menjadi faktor munculnya penyimpangan pengelolaan limbah medis tersebut. Kendati regulasi mengatur adanya kewajiban Fasyankes untuk melaporkan data limbah medis yang diproduksinya, kenyataannya, hal itu tidak dilakukan. Jika pun ada, sarat dengan manipulasi. (Bersambung) ke halaman awal