Pasuruan (WartaBromo.com) – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pastikan tahun 2020 Industri Kecil Menengah (IKM) cangkul penuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu daerah yang akan menjadi sentra utama produsen cangkul adalah Kota Pasuruan.
Kemenperin melaksanakan program kolaborasi antara IKM dengan industri besar untuk mensukseskan stop impor cangkul. Di Jawa Timur UPT logam yang ada di Sidoarjo dan Kota Pasuruan menjalin perjanjian kerja sama dengan PT Indobaja Primamurni (IBPM) Gresik.
Perjanjian kerja sama ini telah ditandatangani pada tanggal 27 September 2019 lalu. Bersamaan dengan peresmian cangkul merk Barong yang diproduksi PT IBPM.
Sistem yang dijalankan, PT IBPM mengirim cangkul setengah jadi ke IKM Cangkul Kota Pasuruan melalui Koperasi Logam Jaya Abadi (LJA). Kemudian finishing akan dikerjakan oleh 10 IKM anggota Koperasi LJA.
Pada November 2019, PT IBPM telah mengirim 432 cangkul setengah jadi kepada IKM cangkul Kota Pasuruan. Dan hingga saat ini, ada 200 pcs cangkul yang sudah di-finishing dan siap dipasarkan.
Cangkul hasil kolaborasi antara PT IBPM dengan IKM cangkul secara kualitas sudah berstandar nasional grade A.
“IKM cangkul di Pasuruan ada 316. Tapi kalau anggota koperasi LJA baru 23,” ujar Dirjen Industri Kecil, Menengah, dan Aneka, Gati Wibawaningsih, Rabu (18/12/2019).
Kebutuhan cangkul di Indonesia sendiri, menurut Gati, adalah 2,5 juta cangkul per tahun. Sementara data Kemenperin pada tahun 2017, jumlah IKM produsen cangkul di Indonesia mencapai 3.000 unit usaha.
Ada empat provinsi yang menjadi sentra utama IKM produsen cangkul. Empat provinsi tersebut di antaranya adalah, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur (Sidoarjo dan Pasuruan), dan Banten dengan total kapasitas produksi 517.882 unit per tahun.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kepada Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki supaya tahun 2020 stop impor cangkul. Sebab, menurut Jokowi, produsen cangkul dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan domestik.
“Cangkul itu memang benar-benar nggak perlu impor lagi. Sudah seharusnya produksi dalam negeri,” ujar Gati. (tof/may)