Rapor Merah Keterbukaan Informasi Kota-Kabupaten Pasuruan

2696
Publik berhak tahu atas apapun yang dikerjakan pemerintah. Sayangnya, minimnya akses informasi membuat hak dasar itu sulit dipenuhi.

Laporan: Amal Taufik

Karena publik berhak tahu”. Demikian slogan yang diusung Komisi Informasi Publik (KIP) dalam setiap kampanye keterbukaan informasi publik.

Sejak dibentuk 2010 silam, lembaga yang dibentuk berdasar amanat Undang-Undang KIP Nomor 14 Tahun 2008 ini sudah memutus ribuan kasus sengketa informasi publik.

Edy Zuhri, komisioner KIP Jatim mengatakan, sengketa informasi terjadi ketika badan publik tidak melakukan kewajibannya dalam memenuhi informasi publik. “Ketika ada informasi yang ditutup-tutupi, maka publik bisa mengajukan gugatan,” katanya.

Edy mengatakan, kendati sudah satu dasawarsa lebih diberlakukan, UU KIP belum berjalan maksimal. Kendati hampir semua badan publik memiliki PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi), nyatanya, kebutuhan informasi masih sulit didapat.

Data sengketa informasi yang masuk ke KIP Jatim menunjukkan hal itu. “Ada tren peningkatan kasus gugatan sengeketa informasi,” kata Edy.

Pada satu sisi, meningkatnya gugatan sengketa informasi bisa diaggap sebagai meningkatnya kesadaran publik akan haknya mendapat informasi. Sebaliknya, hal itu juga bisa diartikan sebagai bentuk lemahnya kinerja PPID.

Sebagai gambaran, pada 2018 lalu, total 213 gugatan informasi masuk ke meja KIP Jatim. Angka tersebut meningkat dibanding 2017 yang hanya mencatatkan 190 kasus sengketa informasi.

Dari angka itu, mayoritas sengketa berkaitan dengan informasi anggaran. Angkanya mencapai 120 kasus. Padahal, tahun sebelumnya hanya 102 kasus.

Berdasar kategori pemohon, gugatan informasi didominasi oleh badan hukum seperti media massa dengan jumlah 67 gugatan, perorangan (85 gugatan) dan perkumpulan (11 gugatan).

Di sisi lain, meningkatnya gugatan informasi itu sejalan dengan hasil monitoring dan evaluasi PPID Pemkot/Pemkab di Jawa Timur 2018 lalu. Merujuk data tersebut, mayoritas Pemkab/Pemkot belum terbuka dalam hal penyampaian informasi publik.

Edy menyampaikan, dari 38 kabupaten/kota di Jatim, hanya 6 daerah (13 persen) yang mendapat kategori sangat terbuka. Keenam daerah itu adalah Kabupaten Blitar, Bojonegoro, Pacitan, Banyuwangi, Kota Madiun, dan Kota Malang.

Saat penghargaan PPID Award tahun lalu, Kabupaten Blitar dinobatkan sebagai pemenangnya. Kabupaten penghasil rambutan ini menyisihkan daerah lain dengan nilai 97,18.

Yang mengenaskan adalah Kota dan Kabupaten Pasuruan. Meski banyak digembar-gemborkan sebagai daerah terbuka dengan berbagai layanannya, nyatanya informasi di kedua daerah ini sulit diakses.

Oleh KIP Jatim, Kota/Kabupaten Pasuruan sama-sama mendapat rapor merah (D). Kabupaten Pasuruan mendapat nilai 18,82. Sedangkan Kota Pasuruan, hanya 12,94.

Kedua daerah ini pun nangkring di posisi 29 dan 33 dari 38 Kabupaten/Kota di Jatim dalam hal keterbukaan informasi publik alias tidak terbuka. Kalah dengan Kabupaten Probolinggo yang berada di urutan 25.

Atau bahkan jauh tertinggal dengan Kota Probolinggo dan Lumajang sama-sama masuk 12 besar (peringkat 10 dan 12). Keduanya mendapat nilai 69,92 dan 67,94.

Sulitnya mendapat dokumen APBD di kedua daerah ini adalah contoh betapa informasi publik tersebut sulit diakses. Belum lagi dokumen lain yang terkait dengan penggunaan anggaran.

Misalnya saja, terkait daftar penerima hibah, atau juga daftar sekolah penerima DAK (Dana Alokasi Khusus). “Padahal, semakin minim informasi, semakin sulit publik untuk bisa berpartisipasi dalam pembangunan,” kata Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Fakhruddin.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.