“Tak punya tangan bukan berarti tak bisa meraih angan.”
Laporan : Maya Rahma
TEGUH Jiwangga. Seperti namanya, pemuda 19 tahun ini merupakan sosok yang teguh pendirian. Terlahir dengan kondisi tubuh yang tak seperti orang kebanyakan, membuatnya memiliki rasa semangat yang tinggi untuk berprestasi.
Sejak kecil, Angga -sapaan akrabnya- sering mengikuti berbagai jenis lomba menggambar atau melukis. Istimewa, karena Angga melukis dengan bantuan dua kakinya. Berbagai piagam penghargaanpun berdatangan.
Namun, di umur 16 tahun, putra pertama pasangan Priyono dan Yayuk Puji Rahayu ini pindah ke lain hati. Alih-alih berkarya dalam bidang seni seperti Ayahnya, Angga malah belajar Taekwondo.
“Ditulari temannya sama pamannya yang suka Taekwondo, akhirnya Ia belajar,” ujar Rahayu, ibunda Angga.
Rahayu sempat khawatir dengan kondisi Angga saat itu. Karena menyadari jika anak pertamanya itu tidak memiliki tangan sejak lahir. Kondisi itu membuatnya was-was saat anaknya memilih salah satu olahraga bela diri untuk ditekuni.
“Tapi ternyata dia bisa memenangkan lomba di Surabaya, se-Jawa Bali saat itu. Tandingannya teman-teman dengan tubuh normal. Saya tidak berani lihat. Khawatir dia sakit saat bertanding, ternyata dia bawa piala,” cerita Rahayu dengan mata berkaca-kaca.
Penghargaan ini kata Rahayu sebanding dengan perjuangan sang anak. Semenjak suka Taekwondo, setiap hari, putranya ini berlatih. Beberapa cidera pun sempat didapatkan saat latihan keras itu.
Namun sejak kecil, Angga tak pernah mengeluhkan kondisi tubuhnya. Ia dikenal semangat dan pantang menyerah jika menginginkan sesuatu. Dari sinilah kedua orang tua Angga semakin yakin mendukung segala kegiatan anaknya.
“Jangan pantang menyerah. Gimanapun keadaannya, saya bisa jadi terbaik,” kata Angga pada Ibundanya.
Benar saja, Angga saat ini telah berhasil menjuarai berbagai perlombaan. Baik melawan sesama difabel, maupun bertanding dengan rekan bertubuh lengkap. Di usia yang cukup muda itu, Angga bahkan bisa menjadi pelatih taekwondo.
“Malah dia kalau tandingannya sama-sama dengan penyandang difabel, nggak semangat. Kayak lemes begitu. Tapi kalau tanding bareng temen-temen dengan tubuh yang lengkap, dia semangat. Dia tidak pernah merasa kalau dia difabel. Dari dulu anggapannya dia sama dengan teman yang lain,” kata Priyono, ayah Angga.
Saat ini, Angga sedang menyelesaikan study di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jember. Ia sesekali datang ke Lumajang untuk berlatih. Terlebih selain berkuliah, Angga mencoba menjadi pengajar di sekolah-sekolah pucuk Jember.
Ia memberi motivasi kepada teman-temannya untuk terus belajar. Bagaimana pun kondisinya.
“Angga itu pengen membuktikan kalau meskipun dia berbeda, dia jadi sosok yang bisa berprestasi. Terus bersemangat dalam menggapai semua keinginannya,” tutup Rahayu. (*)