Ketika ditanya apa yang membuat mereka bertahan adalah karena bentuk pengabdian.
By Kurnia Mayasari *)
“Guru Bak Pelita, Penerang dalam Gulita, Jasamu Tiada Tara”
KUTIPAN lagu karya M Isfanhari yang berjudul Jasamu Guru pasti sudah tidak asing di telinga kita. Lirik lagunya yang penuh makna dan kadang membuat hati ini tergetar, karena sejatinya liriknya sesuai dengan apa yang kita alami.
Hari Guru selalu diperingati pada tanggal 25 November setiap tahunnya. Namun perayaan Hari Guru di sebagian besar wilayah tanah air belum semuanya gegap gempita.
Di balik sebuah peringatan hari Guru, ternyata banyak hal yang belum didapatkan oleh guru pada umumnya yakni kesejahteraan para guru, terutama di wilayah Kabupaten Pasuruan.
Acapkali, stempel “guru honorer atau Sukwan” menjadi bayang-bayang ratusan guru yang tergabung di dalamnya yang jauh dari kata kesejahteraan. Jika tahun 2020 sudah ditetapkan Gaji UMR di setiap wilayah di Jawa Timur, namun hingga akhir tahun 2019 belum adanya standarisasi “berapa gaji yang diterima mereka”.
Bahkan ada yang memperoleh Rp125 ribu dalam sebulan atau bahkan ada yang tergantung sisa dana BOS di sekolah masing-masing.
Miris, sangat. Rp125 ribu sebulan jika dihitung dalam 30 hari yang diterima mereka dalam sehari adalah Rp4.100, yang untuk membeli makan nasi pecel ikan telur saja kurang.
Hal inilah yang akhirnya berdampak pada pertumbuhan dan daya pikir generasi yang disebut milenial.
Bentuk Pengabdian
Acapkali kesejahteraan kurang. Ketika ditanya apa yang membuat mereka bertahan adalah karena bentuk pengabdian. Sangat luar biasa bentuk pengabdian mereka. Pengabdiannya sepanjang masa.
Namun, di era digitalisasi 2019 bentuk mindset pembodohan untuk guru harus segera dihapus, apapun dalilnya.
Pengabdian guru ke anak didik memang tak perlu diragukan lagi, tapi bagaimana bentuk pengabdian pemerintahan untuk jasa guru yang tiada tara.
Mencari Peluang Tambahan
Belum tercapainya kesejahteraan guru, yang akhirnya mengajar hanya untuk sebuah kewajiban dan akhirnya “mencuri” waktu untuk mendapatkan peluang penghasilan tambahan, tentu bukan kesalahan dari guru.
Intinya, yang mereka fikirkan adalah bagaimana asap di rumah tetap ngebul, bagaimana anaknya bisa mendapatkan asupan gizi makanan yang seimbang, bagaimana anaknya bisa membayar buku buku sekolah, dan SPP tanpa menunggak.
Sharing dengan Para Wakil Rakyat
Puncaknya, minimnya kesejahteraan guru honorer atau Sukwan akhirnya berani untuk sharing dengan wakilnya yang duduk di kursi Dewan.
Ingat, dewan adalah wakil rakyat yang sudah seharusnya dan sudah kewajibannya untuk membantu memberikan win win solution ke pemerintahan bagaimana baiknya kesejahteraan mereka.
Minimal ada standar angka per tahun 2020 untuk sebuah gaji guru honorer atau Sukwan yang membuat mereka lega bukan digantung bahkan malah di PHP dari tahun ke tahun.
Anggarannya bagaimana ? Itu pastinya bisa diatur dalam RAPBD jika pemerintahan serius peduli
Sebuah tagline peringatan Hari Guru hanya jadi tagline saja jika tidak ada sebuah gebrakan untuk mereka. Mereka yang berjuang atas dasar pengabdian. (*)
________
*) Penulis merupakan anggota Bidang Ekonomi PDNA Kabupaten Pasuruan.