Menurut data hasil survei pertanian dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2014 jumlah produksi ubi kayu termasuk jenis singkong sebesar 23.436.386 ton. Angka tersebut selalu mengalami penurunan hingga pada tahun 2018 jumlah produksi ubi kayu termasuk jenis singkong hanya sebesar 19.341.233 ton.
Dimana angka tersebut menunjukkan pertumbuhan pada jumlah produksi tanaman ubi kayu termasuk jenis singkong mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir.
Kelemahan pada plastik berbahan dasar singkong ini adalah biaya produksi yang cukup mahal, sehingga belum banyak perusahaan yang mau bergerak di bidang pembuatan plastik berbahan dasar singkong.
Hal tersebut bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perusahaan enggan membuat plastik dengan bahan dasar singkong sebagai plastik ramah lingkungan.
Diharapkan kepada pemerintah dapat dengan bijak membuat keputusan untuk mengatasi permasalahan sampah plastik non-organik.
Bukan hanya dengan membuat kampanye atau gerakan larangan saja untuk menggunakan plastik, melainkan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat. Khususnya generasi milenial untuk menggunakan plastik ramah lingkungan berbahan dasar singkong.
Solusi ini juga diharap dapat berlangsung di beberapa pusat perbelanjaan serta pasar swalayan dengan menerapkan tarif untuk setiap kantong plastik belanja ramah lingkungan berbahan dasar singkong.
Penerapan penggunaan plastik berbahan dasar singkong dapat menjadi solusi yang terbaik untuk mengatasi permasalahan daur ulang sampah plastik yang sulit terurai. Juga permasalahan pola perilaku konsumtif generasi milenial yang serba ingin mudah dan instan.
Sekaligus menjadi solusi untuk meningkatkan produksi singkong di Indonesia yang dapat mempengaruhi kesejahteraan petani dan mengurangi dampak dari pencemaran lingkungan bagi makhluk hidup. (*)
*Penulis adalah Mahasiswa Politeknik Statistika STIS
Baca juga :
Dibatasi Perbup, Bulan Depan Alfamart di Lumajang Tak Gunakan Kantong Plastik
Duh! Tanpa Sadar, Setiap Hari Manusia Telan 2.000 Partikel Plastik