Ia melihat istrinya terjepit di antara kursi sambil melindungi anaknya. Junaidi langsung merogoh anaknya, menggendongnya, lalu melompat keluar bus melalui kaca depan.
Begitu di luar bus, ia melihat Zaini bersama sang istri dan anaknya sudah tersungkur di aspal. Saking kencangnya laju bus, keluarga yang duduk paling depan itu terpental sampai keluar.
Salah satu korban luka-luka, Setiawati (33) bahkan menyebut tubuh Sultonia yang terkapar di jalan sempat digilas mobil yang melintas.
Dikenal sebagai Pribadi yang Baik
Zaini di kampungnya dikenal sebagai ustaz pimpinan TPQ dan Madrasah Diniyah As-Syahidiyah. Semasa hidup ia mengabdikan diri untuk mengurus lembaga, mengajar agama bagi anak-anak, dan berbuat baik untuk masyarakat sekitar. ke halaman 2
Sementara istrinya Sultonia membuka warung kecil-kecilan di dekat TPQ. Mereka memiliki 3 anak perempuan. Hilya (15), Fina (9), dan Rizka (2).
Menurut kesaksian beberapa tetangga, Zaini dikenal orang yang ibadahnya kuat. Ikhlas. Tawaduk. Tidak memiliki kepentingan pribadi.
“Istilahnya lillahitaala gitulah,” ujar Sahla, 53, kerabat Zaini.
Keluarganya memang keluarga pemuka agama di desa. Ayah Zaini dulu juga guru ngaji di kampung itu. Nama TPQ yang didirikannya pun diambil dari nama ayahnya.
“Tahun 70’an abahnya ustaz Zaini itu sudah punya santri banyak,” terang pengurus Anshor Cabang Pasuruan tersebut.
Kemudian sebagai tokoh masyarakat, Zaini dikenal sebagai sosok yang demokratis. Ia selalu melibatkan masyarakat dalam menjalankan kegiatan apa saja.
“Seperti mauludan ini. Dananya dari mana? Ya masyarakat patungan. Jadi seolah-olah lembaga ini milik masyarakat,” katanya.
Pun selaku imam masjid, kata Sahla, Zaini juga tidak memonopoli. Ia mempersilahkan atau menganjurkan ustaz yang lain bergantian menjadi imam di masjid.
“Kadang-kadang kan orang monopoli. Dia enggak. Apa ya, seolah-olah dia mau ninggal kita itu sudah menyiapkan gantinya,” tambahnya lalu tergelak.
Pagi buta Sahla mendapat kabar kecelakaan itu. Bergegas ia mengambil mobil pikap, membawa beberapa warga di bak belakang. Sementara di kursi depan ia bersama satu ponakannya dan dua putri Zaini.
“Di mobil itu, anaknya ustaz Zaini menangis sambil bergumam, ‘nggak punya ibu lagi.. nggak punya ibu lagi’,” ujar Sahla menirukan tangisan Hilya dan Fina.
Sebagai kerabat, membantu merawat mereka adalah tugas Sahla. Selebihnya, menceritakan kebaikan-kebaikan sebagaimana yang diajarkan Zaini, sang guru ngaji itu. (*) ke halaman awal
(asd)