Sepertinya susunan ‘pemain’ kali ini bisa menjadi tumpuan harapan rakyat Indonesia...
Oleh : Tuji Tok
SEBAGAI orang Solo, Jawa Tengah, Joko Widodo sangat dekat dengan simbol-simbol, dengan pertanda-pertanda. Ringkasnya adalah Jokowi acapkali praktikkan “politik kiasan”.
Seperti pagi ini, yang tiba-tiba di depan istana, bersama tim kabinet kerja II, Jokowi ndelosor, duduk di tangga depan istana Presiden.
Pelan-pelan, sebelumnya ia mengumumkan nama-nama pembantu-nya. Ada nama baru, tak sedikit yang lama.
Sebenarnya, cukup menarik melihat ada banyak pesohor politik yang masuk dalam daftar menteri Jokowi kali ini
Yang paling nyolok adalah Prabowo Subianto “sang Capres” lanjut juga ada Tito “Wak Kapolri”.
Meski demikian, sepertinya tak perlu disorot, dicukupkan saja.
Bukan apa-apa, karena selain memang hak prerogatif presiden, komposisi kabinet kayaknya sudah banyak yang membahas.
Barangkali, bukan hanya antara puas dan tidak puas. Sekali lagi, biarlah waktu yang menjawab, bagaimana para menteri ini bekerja untuk negara dan bangsa.
Justru yang cukup menarik, ketika WartaBromo.com menuliskan kata/kalimat: Jokowi “lesehan” umumkan menteri-menterinya.
Faktanya, presiden memang duduk di undak-undakan, bersama puluhan pesohor. Senyum bahkan sesekali tawa tampak dari raut mereka.
Seperti pada awal kalimat, aksi delosoran itu seakan menjadi pertanda, sampai sejauh mana pemerintah saat ini membangun citra.
Jokowi kembali tunjukkan, mengelola negara bisa dilakukan dengan cara-cara egaliter. Dengan tampilan-tampilan sederhana dan kesahajaan, tanpa meninggalkan impian besar membangun bangsa.
Bagaimana kemudian, sang penguasa seakan-akan menggambarkan diri sebagai sosok membumi. Andhap asor, sebagai pelayan masyarakat.
Bila memang itu yang ingin dipesankan, sepertinya susunan “pemain” kali ini bisa menjadi tumpuan harapan rakyat Indonesia.
Jokowi kiaskan diri, bahwa pemerintahan berikut puluhan pembantu yang dikendalikan, benar-benar menjadi jawaban kesulitan bangsa yang dihadapi.
Dengan sikap bak pelayan, pe-er lama soal kesejahteraan, keadilan, dan kebersamaan bangsa diyakinkan dapat diraih. Tak lagi hanya jadi slogan.
Semoga delosoran ini tak sebatas jargon, tak menjadi kesia-siaan.
Selamat bekerja. (*)