“Statistik atau data yang dihasilkan itu bisa salah, tapi statistik atau data yang dihasilkan tidak boleh bohong.”
Oleh : Sri Kadarwati – BPS Kota Pasuruan
BELUM semua orang mengenal istilah Statistik dengan baik, karena untuk menyebut istilah itu seringkali lidah seseorang kesulitan atau tidak tepat sehingga bunyinya menjadi stastistik atau stastiktik.
Mungkin orang lebih familiar dengan istilah data. Lalu sebenarnya apa bedanya statistik dengan data?
Sederhananya, bicara statistik adalah bincang data. Berdasarkan Undang Undang Statistik No. 16 tahun 1997, statistik adalah data yang diperoleh dengan cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis serta sebagai sistem yang mengatur keterkaitan antar unsur dalam penyelenggaraan statistik. Adapun data adalah informasi yang berupa angka tentang karakteristik (ciri-ciri khusus) suatu populasi.
Bicara data atau statistik, seringkali kebanyakan orang mengatakan bahwa statistik atau data adalah urusan atau produk Badan Pusat Statistik (BPS). Padahal tidak selalu data atau statistik dihasilkan oleh BPS.
Sesuai dengan Undang-Undang Statistik Nomor 16 tahun 1997, Statistik bukan lagi monopoli BPS melainkan bagian dari tanggungjawab kita semua. Menurut UU tersebut, statistik terdiri dari tiga golongan yaitu statistik dasar, statistik sektoral, dan statistik khusus.
Statistik dasar adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat, yang memiliki ciri-ciri lintas sektoral, berskala nasional, makro, dan yang penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab Badan Pusat Statistik.
Sedangkan Statistik sektoral adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang merupakan tugas pokok instansi yang bersangkutan.
Selanjutnya Statistik khusus adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dunia usaha, pendidikan, sosial budaya, dan kepentingan lain dalam kehidupan masyarakat, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga, organisasi, perorangan, atau unsur masyarakat lainnya.
Dengan demikian, selain penyelenggaraan statistik oleh Pemerintah, UU juga memberi ruang dan kepastian hukum bagi penyelenggara statistik swasta.
Hal lain yang harus dingat bahwa statistik atau data yang dihasilkan itu bisa salah, tapi statistik atau data yang dihasilkan tidak boleh bohong. Sebagian besar data hasil kegiatan statistik pasti mengandung error, karena dalam proses pengambilan data ada peran metodologi, surveyor maupun responden.
Di dunia ini tidak ada yang boleh mengklaim bahwa data atau hasil statistiknya 100 persen benar, karena yang boleh benar 100 persen adalah Yang maha Pencipta langit dan Bumi.
Oleh karena itu sehebat apapun seorang manusia harus sadar bahwa yang dilakukannya pasti mengandung error atau kesalahan. Tingkat kesalahan atau error ini memang bagian dari metode statistik yang harus dikelola. Tingkat kesalahan yang biasa digunakan yaitu 1%, 5%, atau 10%.
Sebagai contoh dalam penghitungan hasil pemilu atau yang dikenal dengan Quick Count, terdapat error sebesar 1 – 5 persen, yang artinya bahwa ketepatan dalam menentukan pemenangan pasangan calon tertentu berkisar antara 95 – 99 persen dari kondisi sebenarnya.
Hal ini disebebkan karena beberapa hal antara lain: metode yang digunakan kurang representative atau responden yang diwawancarai tidak memberikan informasi yang sebenarnya atau input data saat proses tabulasi tidak sesuai dengan data yang sebenarnya.