Pasuruan (wartabromo.com) – Warga Desa Sumberanyar, Kecamatan Nguling melaporkan terkait konflik tanah yang melibatkan TNI AL di Kabupaten Pasuruan. Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) meminta TNI menahan diri dan Pemprov Jatim menengahi konflik ini.
Dalam laporan yang tertulis tanggal 11 Agustus 2019 menyebutkan jika ada 10 desa di Kecamatan Nguling, Lekok dan Grati yang berkonflik. Disebutkan, tanah tersebut merupakan milik rakyat yang dirampas. Namun, para mariner menyatakan jika tanah tersebut milik TNI, atau dalam kata lain Puslatpur Grati.
“Kami ingin meminta TNI AL di Surabaya terutama yang berwenang di Pasuruan ini supaya menahan diri untuk mencegah adanya korban,” ujar Amiruddin, Komisioner Komnas HAM dinukil dari CNN, Selasa (13/8).
Selain karena konflik yang tak kunjung usai, perselisihan ini tersulut karena rencana perluasan bangunan TNI. Rencana ini dibarengi dengan pemasangan kawat berduri di lahan tersebut, beserta police line hingga penjagaan oleh TNI. Warga pun marah karena lahan tersebut merupakan akses terdekat para pelajar melintas.
“Yang paling tahu solusinya itu sebenarnya kan Pemprov Jawa Timur. Yang kita sesali, sampai saat ini formulasinya itu belum ada,” ujarnya.
Untuk itu, Komnas HAM memberikan anjuran kepada Pemprov Jatim untuk turun tangan langsung menyelesaikan permasalahan ini. Pun Panglima TNI, supaya bisa memberikan atensi kepada konflik marinirnya dengan warga. Sementara Komnas HAM, akan memberikan rekomendasi dan mendampingi penyelesaian konflik.
“Kita bisa merekomendasikan langkah-langkah yang bisa diambil, dan juga memberi pendampingan kepada Pemprov Jatim untuk menyelesaikan permasalahan dengan pemenuhan HAM,” kata Amiruddin.
Seperti diketahui, konflik lahan ini sudah berlangsung cukup lama sejak tahun 1960. Setidaknya ada 3,5 hektar tanah yang menjadi sengketa. Tanah tersebut pun dihuni oleh ribuan KK termasuk juga fasilitas umum, dengan desa yang diakui secara administrative.
Pada tahun itu, TNI AL mengklaim lahan dengan merampas paksa tanah warga menggunakan todongan senjata. Tak berhenti sampai disitu karena 4 petani pada tahun 2007 juga tewas akibat persengketaan ini.
Tahun ini juga ada peristiwa berdarah yang membuat warga tersulut. Yakni adanya peluru nyasar yang sebelumnya diduga berasal dari latihan para marinir. Meski hal tersebut disangkal oleh pihak Puslatpur.
“Kita berharap, penyelesaian ini memberi perlindungan hak warga negara sekaligus menjamin TNI memiliki infrastruktur yang lebih layak untuk berlatih tempur, bukan di tengah kampung warga,” tulis keterangan pers pada laporan warga. (may/ono)