Probolinggo (wartabromo.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo mengapresiasi langkah penyitaan buku-buku D.N. Aidit oleh polisi. Sementara aktivis literasi menyebut beslah itu sebagai pelanggaran Hak Asasi Membaca (HAM).
Sekretaris MUI Kabupaten Probolinggo Yasin mengatakan, tindakan polisi bagus untuk mencegah terjadinya sublimasi intelektual yang menyusup pada generasi bangsa. Menurutnya, buku sejarah semacam itu bisa menjadi muara rusaknya ideologi pemikiran generasi muda. Apalagi buku-buku yang beredar memuat persoalan tokoh kiri.
Yasin kemudian merujuk kepada Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Di mana hingga kini TAP MPRS ini masih belum dicabut. Sehingga segala hal yang berbau komunisme, marxisme-leninisme masih dilarang.
“Kami sangat mengapresiasi itu, tapi kami masih menunggu perkembangannya. Kami menilai langkah Polisi sudah tepat. Demi menjaga ketertiban umum dan melindungi ideologi bangsa. Terutama anak-anak muda yang masih labil. Sehingga gampang terpengaruh. TAP MPRS juga belum dicabut,” ujarnya, Rabu (31/7/2019).
Ditambah komunikasi Vespa Literasi mengakui buku-buku kiri itu sumbangan dari seorang donatur. Dikhawatirkan si pendonatur tersebut, sengaja menyajikan buku kiri untuk membangun ideologi komunis pada generasi bangsa ini.
“Jika itu dibiarkan, itu akan merusak ideologi. Nah, ideologi macam itu juga akan merusak pada keyakinan seseorang pada agama, dan Tuhan. Jika itu terjadi, intoleransi di negara ini akan kembali keruh. Karena sudah tidak percaya agama dan Tuhan itu tadi,” tandas Yasin.
Sementara itu, Front Nahdliyyin Probolinggo, Muhammad Al-Fayyald mengatakan langkah polisi melanggar Hak Asasi Membaca (HAM). “Penyitaan buku melanggar HAM (Hak Asasi Membaca). Penyitaan itu menunjukkan bahwa pihak kepolisian tidak ramah dengan buku. Saatnya lebih melek dengan dunia perbukuan,” kata Alumnus Filsafat Kontemporer dan Kritik Kebudayaan di Université de Paris VIII (Vincennes-Saint-Denis), Prancis itu.
Badan Koordinasi (Badko HMI) Jatim, Khairul Anam mengungkapkan, lebih baik sediakan panggung untuk kajian terbuka para penggiat literasi. Bisa berdiskusi dari berbagai kerangka berfikir dalam menyikapi setiap persoalan. Sehingga tidak terkesan ada upaya menghalangi dalam mencari dan menyikapi informasi dan pengetahuan secara bebas dan kritis.
“Mungkin dengan ketersediaan panggung itu nanti mampu lebih dalam melakukan pengkajian, untuk lebih baik kedepannya, soal isu yang beredar buku DN Aidit yang dibawa anggota literasi vespa Kabupaten Probolinggo,” tambah Khairul Anam. (saw/saw)