Mempertanyakan Penilaian Kota Layak Anak

2950
Karena memahami terminologi ‘layak’ adalah menggambarkan definisi pantas. Sehingga bisa diartikan bahwa kota layak anak adalah kota yang ramah untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Oleh Fittriyah*

BERTEPATAN dengan Hari Anak pada tanggal 23 Juli, Kota dan Kabupaten Pasuruan mendapatkan penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA). Penghargaan predikat “Madya” disematkan kepada Kota Pasuruan dan predikat “Pratama” diberikan untuk Kabupaten Pasuruan.

Penghargaan ini bukan penghargaan level kaleng-kaleng. Karena langsung diberikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) kepada daerah yang telah memenuhi tujuan dan indikator KLA. Penghargaan ini tentu saja menjadi prestasi dan kebanggaan bagi daerah yang meraihnya.

Hanya saja, sebagai warga Pasuruan, patut sedikit mempertanyakan parameter dan indikator penilaian KLA itu. Layakkah Kota dan Kabupaten Pasuruan diganjar penghargaan sebagai Kota Layak Anak?

Baca Juga :   Tren Ujian Sekolah Berbasis Android, Antara Kemajuan dan Krisis Identitas

Beberapa pihak, agaknya juga merasa terganggu dengan penghargaan ini. Karena memahami terminologi ‘layak’ adalah menggambarkan definisi pantas. Sehingga bisa diartikan bahwa kota layak anak adalah kota yang ramah untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika ada kata pantas maka dapat dipastikan bahwa kota itu bersahabat dan nyaman untuk lingkungan anak-anak.

Akan tetapi, Kota dan Kabupaten Pasuruan terlihat masih kurang optimal memenuhi kenyamanan anak-anak dalam menikmati fasilitas publik.

Definisi KLA itu dan apa saja indikator yang harus dicapai oleh daerah untuk mewujudkan Kota Layak Anak pun coba saya pahami. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Kota dan Kabupaten Pasuruan sudah memenuhi indikator KLA yang telah ditetapkan oleh Kementerian PPPA?

Berdasarkan keterangan dari Kementerian PPPA, daerah yang bisa dikategorikan sebagai KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak.

Baca Juga :   Bupati Pasuruan Ingatkan Tantangan Besar Jadi Kabupaten Layak Anak

Tujuan dari KLA secara umum ialah untuk memenuhi hak dan melindungi anak. Jika dilihat dari pengertian KLA, maka perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi tujuan KLA.

Ada 24 indikator KLA yang dirumuskan oleh Kementerian PPPA pada tahun 2019. Di antaranya, ada peraturan/kebijakan daerah tentang kabupaten/kota layak anak. Lalu terlembaganya kabupaten/kota layak anak, hingga terdapat keterlibatan lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. Kemudian, presentase anak yang diregristasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran. Selanjutnya indikator persentase perkawinan anak. Selain juga, tersedia kawasan tanpa rokok dan tidak ada iklan, promosi, dan sponsor untuk produk rokok.

Baca Juga :   Seberapa Penting Melindungi Data Pribadi?

Dari beberapa indikator yang ditetapkan, mungkin saja Kota dan Kabupaten Pasuruan berhasil memenuhi indikator penilaiannya. Sehingga, kedua daerah ini berhasil mendapatkan penghargaan.

Tetapi, ada beberapa indikator penilaian yang membuat kita bertanya-tanya. Misalnya saja indikator persentase perkawinan dini. WartaBromo pernah menurunkan berita bahwa sepanjang tahun 2018 ada 41 pasangan usia dini mengajukan dispensasi nikah. Angka tersebut mengalami peningkatan 164% pada periode yang sama di tahun 2017. Ini mengindikasikan bahwasannya perkawinan dini mengalami tren peningkatan di Pasuruan. Padahal, persentase perkawinan dini juga menjadi salah satu indikator KLA. Dua hal yang kontradiktif.