Pasuruan (Wartabromo.com) – Pemerintah Kota Pasuruan disebut tak patuh oleh Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Provinsi Jawa Timur (BPK Jatim). Ketidak patuhan setelah ditemukan ada kelebihan pembayaran hingga keterlambatan pembayaran dalam Belanja Modal Infrastruktur Tahun Anggaran 2018.
Kesimpulan itu terungkap dalam lembar Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Atas Belanja Modal Infrastruktur Pemkot Pasuruan tertanggal 18 Desember 2018, ditandatangani oleh Harry Purwaka, Penanggungjawab Pemeriksaan BPK Jatim.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya ketidakpatuhan ketentuan perundang-undangan pada tahap pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan,” tulis BPK dalam laporannya.
Pada tahun 2018, Pemkot Pasuruan menganggarkan Rp146.528.153.974,53 untuk belanja modal gedung dan bangunan; serta pekerjaan jalan, irigasi, dan jaringan. Belanja sebesar itu terbagi atas 21 pekerjaan berada di empat instansi, yakni Bagian Umum Sekretariat Daerah; Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP); Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR); juga di RSUD Dr. Soedarsono.
Tapi dari besaran jumlah tersebut, keempat instansi merealisasikan kegiatannya hanya senilai Rp48.372.910.372 (33,01%). Sehingga, BPK Jatim kemudian menemukan kelebihan biaya belanja infrastruktur Pemkot Pasuruan Rp502.766.988,51.
Pemeriksaan fisik paket pekerjaan yang menunjukkan kekurangan volume di empat instansi itu dilakukan 31 Oktober 2018 hingga 24 November 2018. Atas kekurangan volume pekerjaan itu, Pemkot sudah mengembalikannya, sebagaimana rekomendasi BPK.
Catatan selanjutnya, Pemkot terlambat menyelesaikan pekerjaan 6 paket pekerjaan DPRKP dan DPUPR. Salah satu pekerjaan yang terlambat selesai adalah pengembangan Pipa Air Minum Jl. Hasanudin – Jl. Halmahera (06″) Kelurahan Karanganyar milik DPRKP. Pekerjaan yang terkena denda, salah satunya proyek peningkatan Jalan Tembus Jl. Krapyakrejo I – Jl. Krapyakrejo II (DAK) milik DPUPR.
Keterlambatan pelaksanaan sejumlah proyek inipun mengharuskan Pemkot menyetorkan denda sebesar Rp273.069.628 ke Kas Daerah.
Terakhir, BPK memeriksa secara random, lima kontrak jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi jalan dan jaringan air bersih/air minum. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan item biaya personel sebesar Rp41.245.000,00 pada tiga kontrak pengawasan yang seharusnya tidak dibayarkan. Pasalnya, personel yang ditawarkan dalam kontrak, tidak terlibat dalam proses pengawasan pekerjaan.
Atas rekomendasi BPK, 2 instansi yaitu RSUD dan DPRKP harus membayar termin ke Kas Daerah seusai temuan kelebihan pembayaran pengawasan yang seharusnya tak dibayar. (bel/ono)