Bangil (wartabromo.com) – Tanah kerukan Sungai Kedunglarangan, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan menggunung berada di pinggir bagian dalam sungai. Warga Khawatir, gunungan tanah bekas kerukan tersebut longsor.
Dari atas jembatan Bangil, terlihat tanah sisa kerukan itu menggunung setinggi kurang lebih 6 meter. Sisa kerukan yang berada di pinggir bagian dalam sungai ini diperkirakan sepanjang 25 meter, menumpuk pada sisi barat maupun sisi timur sungai. Tumpukan tanah pun tampak rapi, sekilas dibuat mirip penataan bidang tanah di areal pegunungan.
Bahrudin, warga yang tinggal bersebelahan dengan sungai mengaku khawatir. Pasalnya, gunungan tanah kerukan itu dapat sewaktu-waktu longsor. Menurutnya, bila hal itu terjadi tentu dapat menutupi kembali aliran sungai yang telah dinormalisasi.
“Nanti kalau hujan, takut pasirnya ke bawah lagi. Terus dangkal lagi. Kan sia-sia,” keluhnya, Senin (16/7/2019).
Meski tak terkena hujan sekalipun, tumpukan kerukan tanah itu tetap berpotensi longsor atau ambrol, bilamana dibiarkan terus digerus aliran sungai.
Pria yang menjabat sebagai ketua RT ini menyayangkan, sisa tanah kerukan sungai tersebut tidak segera dibersihkan atau diangkat hingga tak menutup plengsengan sungai. Padahal proses pengerukan di titik dekat jembatan sungai Kedunglarangan ini, terbilang berjalan cukup cepat, yakni satu bulan.
Sebelum dilakukan normalisasi, terdapat tanah dan pasir di tengah sungai, seakan membentuk pulau-pulau kecil. Aliran air pada sungai ini pun menjadi sempit dan dangkal. Kala itu, kedalaman air pun tidak lebih dari betis orang dewasa.
“Dulu anak-anak kalau mau ke sana (desa sebelah), tinggal nyebrang. Tingginya hanya segini (pergelangan kaki). Sekarang udah dalam-lah. Udah banyak ikannya juga. Banyak yang mancing,” tuturnya.
Setelah dikeruk, Sungai Kedunglarangan terlihat lebih lebar dan lebih dalam. Tak terlihat lagi sampah-sampah yang menumpuk pada sungai ini. Sehingga lebih enak dilihat dan lebih tertata. Apalagi, sungai ini berada di bawah jembatan, termasuk jalur Pantura yang menghubungkan Kota Pasuruan dan Kota Surabaya.
Sampai berita ini ditulis, belum ada penjelasan didapat, apakah tanah kerukan itu, sementara waktu dibiarkan menggunung -sebagai sarana menampung-, untuk selanjutnya dilakukan pembersihan. Atau bahkan gunungan tanah itu satu bagian dari cara normalisasiai yang diterapkan. (mg4/ono)