Upaya itupun ditolak. Kira-kira dalihnya salah beracara, MA akhirnya menolak. Karena seharusnya Prabowo-Sandi yang langsung menyerahkan gugatan, bukan tim sukses. Tertolaknya gugatan, juga lebih karena MA tidak bisa memeriksa sengketa yang diajukan, sebelum Prabowo-Sandi mengajukan sengketa administrasi ke Bawaslu.
Begitulah, kilas gugat menggugat terkait coblosan Pilpres.
Tapi. Selama proses gugatan itu, hiruk pikuk politik nasional -dengan beragam variasi tentunya- cukup memanas. Semacam, keberadaan Habib Rizieq yang kebawa-bawa dalam perbincangan politik nasional, disangkutpautkan dengan menjadi satu bagian syarat, bila ikhtiar rekonsiliasi dilakukan kedua pihak.
Belum lagi, ada yang ngotot bila Prabowo bakal menjadi seteru abadi Jokowi, dan mantapkan diri menjadi oposisi. Selama lima tahun ke depan, Jokowi-Ma’ruf tentu bakal diblejeti. Kebijakan tak bener dan tidak membela rakyat bakal disoroti. Sekiranya, Prabowo digambarkan bakal menjadi oposan sejati di rezim pemerintahan Jokowi-Ma’ruf nanti. ke halaman 2
Ah, kembali ke MRT.
Benar kata ahli, politik begitu dinamis. Faktanya hari ini. Siapa sangka, Prabowo ujug-ujug bersedia ketemu Jokowi, bahkan di ruang terbuka tidak seperti lazimnya sebuah proses komunikasi politik selama ini.
Seperti dimaklumi, rutinitas pertemuan tokoh politik, kerap dilakukan tidak di “jalanan” seperti yang dilakoni Jokowi-Prabowo kini. Seringkali kita dengar, lihat di tivi-tivi, pertemuan politik itu dilakukan di istana (baca: kediaman) tokoh-tokoh politik. Semisal, pertemuan tokoh nasional di Ciganjur (Gus Dur); ada lagi mungkin ketemu di Cikeas (kediaman SBY); bisa mungkin juga Kertanegara (kediaman Prabowo).
Tapi sebentar, jangan-jangan karena Jokowi nggak punya rumah di Jakarta, sehingga perjumpaan bersejarahnya dengan Prabowo dilakukan di stasiun? Hiks, sepertinya tak seperti itu juga kali.
Singkatnya, bersama rombongan, Jokowi dan Prabowo akhirnya memutuskan makan siang di Senayan. Menunya umum-umum saja, yakni sate dan degan.
Bila saja dilakukan ilmu ‘cocokologi’, selama ini kondisi perpolitikan nasional cukup banyak yang ngipasin, biar suhu terus panas. Macam sate yang dibakar dan dikipas hingga gosong. Kini dilahap oleh keduanya. Nah, kerongkongan kian segar karena dialiri air degan. Nyes…
Sekilas, suasana politik adem. Hingar bingar perbedaan pilihan dan dukungan politik selama pre, day, and post election, khusus pada hari ini tak terdengar. Mirip dingin dan segernya air degan yang diseruput Jokowi bersama-sama Prabowo.
Tapi ademnya suasana itu tetap saja masih ada yang coba langsung menghangatkan. Salah satu partai koalisi pendukung Prabowo di Pilpres kemarin, malah menyayangkannya. Itu karena Prabowo tak menunjukkan diri di hadapan Jokowi sebagai simbol oposisi.
Malah trending #03PersatuanIndonesia, kemudian coba disaingi dengan #pengkhianat. Kalau dicerna sedikit, tagar itu sepertinya mencoba memojokkan Prabowo karena telah makan sate dan degan bareng Jokowi.
Jika saja ada yang pingin teruskan pesan pada pencetus tagar tandingan itu, barangkali bisa minta tolong disampaikan kalimat dari pendukung #03PersatuanIndonesia. Kalimatnya begini: “EGP”. Gitu ya?
Intinya, kehidupan damai selalu diimpikan. Politik tentu bagian yang harus selalu dijaga dalam bangunan dan bingkai konstruktif, tanpa kegaduhan. Ya, politik tanpa kegaduhan.
Sudahlah, yang penting Joko Widodo dan Prabowo Subianto dalam sebuah perjalanan, “kebetulan” berpapasan, lalu bercengkrama berdua menikmati moda transportasi umum MRT. Dan yang terpenting dari seluruh perjalanan itu diakhiri dengan santap siang bersama, dengan menu spesial sate dan degan.