Probolinggo (wartabromo.com) – Pengajuan penangguhan penahanan oknum ASN bernama As’ari Rankuti (43), warga Desa Gunggungan Lor, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, dikabulkan. Ia pun kembali aktif, bertugas di Kantor Kecamatan Kota Anyar.
Kasatreskrim Polres Probolinggo AKP. Riyanto tak menyanggah jika As’ari telah mengajukan permohonan penangguhan tahanan. Permohonan itu dikabulkan dengan pertimbangan pelaku akan mengganti kerugian korban.
Tersangka dijemput oleh keluarganya, satu di antaranya adalah mantan Kepala Desa Gunggungan Lor, Fadli. Dengan begitu As’ari hanya menghuni sel tahanan Polres Probolinggo sejak 5 Juli hingga 9 Juli saja.
Dengan penangguhan itu, korban kembali bekerja sebagai ASN di Kecamatan Kota Anyar. Namun, tiap minggu, korban dikenakan wajib lapor ke Polres Probolinggo sebanyak 2 kali.
“Permintaan dari keluarga tersangka dan korban setuju. Tersangka janji akan mengembalikan uang sesuai kerugiannya,” kata Riyanto, Kamis (11/7/2019).
Meski penangguhan penahanan dikabulkan, bukan berarti kasus pidana yang menjerat mantan Sekretaris Desa Gunggungan Lor, Kecamatan Pakuniran itu menguap. Kasusnya tetap dilanjutkan oleh penyidik Satreskrim. “Proses lanjut meski penahanan ditangguhkan,” ungkap mantan Kasatreskrim Polres Pasuruan Kota ini.
Sementara Camat Kota Anyar, Teguh Prihantoro membenarkan bila As’ari, salah satu staf-nya, sejak hari ini sudah masuk kerja, bertugas seperti hari biasa.
“Sudah masuk dan ikut apel tadi pagi. Setelah itu pamit ke Polres untuk laporan. Terkait kasusnya, saya sudah meminta kepada Kasubag Umum untuk segera membuat laporan dalam minggu ini. Di mana laporan ini akan kami serahkan kepada BKD (Badan Kepegawaian Daerah, red). Untuk sanksinya, kami serahkan kepada pimpinan,” kata Teguh Prihantoro.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, As’ari diamankan oleh Satreskrim Polres Probolinggo pada Jumat (5/7/2019) lalu. Syafii, warga Kelurahan Kandangjati Kulon, Kecamatan Kraksaan pada Februari 2018 lalu, melaporkan dugaan penipuan oleh sang pegawai kecamatan, terkait jual beli sebidang tanah seluas 16 hektar dengan harga Rp600 juta. Ternyata tanah yang ada hanya seluas 4,5 hektar dan milik negara, bukan milik pribadi. (cho/saw)