Terpisah, Humas BPJS Pusat M. Iqbal Anas Maruf mengamini kemungkinan masih adanya praktik curang dalam pengajuan klaim oleh penyedia faskes. “Tapi, tentu kami tidak ingin menuduh rumah sakit secara keseluruhan. Ini pasti ada oknum yang melakukan itu,” terangnya dalam wawancara bersama iNews.
Sebagai contoh adalah kasus pemalsuan data pasien. Pada sejumlah kasus, justru hal itu banyak digunakan oleh orang yang tidak berhak. Karena alasan itulah ia terus berbenah agar hal tersebut bisa diminimalisir dengan berbagai perangkat verifikasi yang dimiliki.
Selain itu, demi menutup celah adanya kecurangan itu, ia berharap peran aktif dari masyarakat. Misalnya, dengan melaporkan ke petugas atau via call center terkait perlakuan dan atau sistem pelayanan BPJS yang dinilai kurang maksimal.
“Kami sebetulnya berharap kalau ada laporan seperti itu, misalkan ada yang menyampaikan bahwa mesti kalau ke rumah sakit ini, kalau 3 hari dia harus pulang, dan lain-lain. Yang seperti ini kan kami juga harus dapat feedback kan ya. BPJS kesehatan itu mengelola uang negara. Peruntukannya harus clear untuk peserta. Konteks tarif paket INA-CBGs itu sampai sembuh. Bukan tidak dipulangkan dulu supaya klaimnya double, dan lain-lain,” terangnya.
Iqbal mengakui, praktik seperti yang ia sebutkan itu masih terjadi. Karena itu, semakin aktif masyarakat memberikan informamsi dan masukan, ia yakin pelaksanaan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ini akan berjalan sesuai harapan.
Untuk menguji potensi terjadinya fraud itu, sejatinya bisa dilakukan dengan melihat medical record. Sebab, medical record ini juga menjadi petunjuk besaran biaya yang dikeluarkan RS untuk menangani si pasien. Tetapi, hal itu tidak mudah.
ICW, kata Alamsyah, menghendaki agar ada perbaikan sistem sehingga potensi fraud semakin tertutup. Utamanya, sistem verifikasi atas tagihan rumah sakit. Sebab, harus diakui, bahwa munculnya defisit BPJS, bukan semata karena iuran peserta yang nunggak. Tetapi, juga besarnya tagihan rumah sakit.
“Kita tidak mengetahui sebenarnya seberapa banyak orang yang sakit, kemudian berapa banyak biayanya, berapa banyak yang harus dibayar. Apakah iya, mereka yang sakit, jauh lebih banyak daripada yang membayar iuran?” Tanya Alamsyah.
Menyoal kisruh BPJS, Badan Pemeriksa Keuangan telah turun tangan. Tapi wilayah audit BPK terbatas pada masalah kepesertaan dan iuran.
“Sudah. Kami sudah melakukan pemeriksaan kinerja. Kami melihat bahwa terkait dengan kepesertaan dan iuran memang masih terjadi masalah. Iurannya lebih rendah dibanding biaya yang dikeluarkan BPJS itu sendiri,” kata Dori Santoso, auditor BPK saat ditemui di kantornya.
Terkait dengan kinerja, Dori menyebut ada banyak yang menjadi sasaran pemeriksaan. Termasuk sistem di BPJS yang menjadi landasan penyelenggaran program JKN itu bekerja.
BPK terang Dori, hanya melihat proses sistem dan prosedur yang dilakukan oleh BPJS. Jika kemudian dalam audit kinerja ditemukan permasalahan serius, BPK baru akan mengagendakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
“Dan itu pernah. BPK pernah melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu itu kaitannya dengan investasi yang diprogramkan BPJS,” kata Dori.
Khusus peluang terjadinya fraud, Dori mengatakan peluang fraud bisa terjadi di mana saja. Termasuk pemerintahan yang di dalamnya adalah BPJS. Namun, pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak menyasar pada kemungkinan fraud itu. ke halaman 5
Dori menyampaikan, hasil pemeriksaan oleh BPK biasanya berujung pada pemberian rekomendasi. Rekomendasi-rekomendasi itulah yang kemudian harus ditindaklanjuti oleh BPJS. Beberapa rekomendasi yang pernah disampaikan ke BPJS adalah terkait dengan verifikasi data. Dan inipun, lanjut dia, sudah dilakukan oleh BPJS dengan memanfaatkan teknologi mutakhir.