Investasi Kabupaten Pasuruan melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Sayangnya, hal itu belum cukup efektif mengurangi jumlah pengangguran. Alih-alih menurun, angka pengangguran justru meningkat. Apa yang salah?
Laporan: Mochammad Asad
INVESTASI Kabupaten Pasuruan cukup menggembirakan dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan investasi yang rata-rata di atas 100 persen memicu pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata daerah lain di Jawa Timur.
Kenyataan itu tentu menggembirakan. Tetapi, sebagai salah satu variabel dalam mengurangi jumlah pengangguran, hal itu ternyata belum cukup efektif.
Terbukti, jumlah pengangguran terbuka daerah ini justru meningkat dalam setahun terakhir.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan indikator ekonomi lain, hampir seluruhnya naik tajam. Sektor industri formal yang ditandai meningkatkan investasi misalnya. Pada 2015, dari target investasi sebesar Rp4,5 triliun, saat tutup tahun, Pemkab membukukan investasi sebesar Rp15,3 triliun. Lebih tinggi 340,9 persen dari target yang dicanangkan.
Begitu juga dengan tahun 2016 silam. Dari target Rp5 triliun yang dipatok, realisasi investasi mencapai Rp17 triliun atau sekitar 341 persen dari target. Lalu, pada 2017, juga naik signifikan. Dari Rp6,5 triliun yang ditargetkan, tercapai Rp17,8 triliun alias 324 persen dari target yang dipatok. Sedangkan 2018, juga melebihi target. Dari Rp6 triliun, terealisasi Rp9 triliun (160 persen).
Akan tetapi, dari sisi kualitas, investasi yang melaju kencang itu belum sesuai harapan. Tidak berbanding lurus dengan pengurangan jumlah pengangguran terbuka di kabupaten. Bahkan, tingkat kesenjangan antarwilayah di kabupaten juga kian lebar.
Sebagai gambaran, pada 2017 lalu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kabupaten Pasuruan mencapai 4,97 persen dari jumlah penduduk yang mencapai 1,6 juta jiwa (data BPS 2017). Nah, pada 2018, angka TPT 2018 meningkat menjadi 6,11 persen, sebagaimana laporan keuangan pertanggungjawaban Bupati Pasuruan 2013-2018.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof. Candra Fajri Ananda mengatakan, dalam ekonomi, tingginya investasi maupun konsumsi masyarakat dan pemerintah ikut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin tinggi konsumsi dan investasi, ekonomi akan ikut terkerek.
“Persoalannya, bagaimana menyelaraskan agar pertumbuhan yang terjadi juga baik secara kualitas,” kata Fajri.
Untuk Kabupaten Pasuruan, pertumbuhan itu memang terjadi meski dalam skala yang cukup kecil, 0,3 persen. Dari 5,72 persen pada 2017, menjadi 5,75 persen pada 2018. Sayangnya, pertumbuhan ini belum cukup berkualitas lantaran tidak membawa pengaruh pada pengurangan pengangguran.
Investasi yang berkutat pada capital intensif dinilai Fajri menjadi salah satu penyebabnya. Seperti sektor gas, minyak atau unit usaha yang dikategorikan sebagai high input technology.
“Artinya, pertumbuhan yang terjadi kurang berkualitas karena tidak menyebabkan berkurangnya pengangguran. Itu akan berbeda ketika investasi yang masuk didominasi usaha-usaha berbasis padat karya,” katanya.
Meningkatnya pengangguran bersamaan dengan nilai investasi yang melonjak memang menjadi ironi. Apalagi, bukan hanya investasi untuk sektor formal (industry) yang mengalami peningkatan, tapi juga sektor informal yang juga mengalami peningkatan.
Dalam kurun 2017-2018, sektor informal yang didominasi koperasi dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) mengalami peningkatan 0,29 persen. Dari yang semula 2,22 persen menjadi 2,51 persen. Akan tetapi, setali tiga uang, pertumbuhan sektor ini juga tidak banyak menyerap pekerja.