Sejumlah kasus dugaan korupsi di Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangil “mandek”. Penyebabnya, pihak Inspektorat tak kunjung menuntaskan proses audit guna mengetahui jumlah kerugian negara. Padahal, dokumen itu diperlukan penyidik untuk membawa kasus ke persidangan.
Laporan: M. Asad
KINERJA Inspektorat Kabupaten Pasuruan kini sedang disorot. Hal itu terkait lambannya proses audit guna mengetahui kerugian negara atas beberapa kasus dugaan korupsi yang telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangil.
Adalah Deny Saputra, kasi Pidsus Kejari Bangil yang mengeluhkan sikap Inspektorat, yang dinilai lamban dalam melakukan audit atas sejumlah kegiatan yang sebelumnya dilaporkan ke korps Adhyaksa itu. Padahal, surat permohonan telaah atas potensi kerugian negara oleh Kejari kepada Inspektorat sudah setengah tahun berlalu.
“Sudah. Kami sudah minta. Malah, beberapa waktuwaktu lalu juga sudah kamikam panggil. Kami minta untuk dihitung disini biar cepat selesai. Ternyata belum beres juga sampai sekarang,” kata Deny.
Bagi Deny, setengah tahun bukan waktu yang sebentar hanya untuk melakukan audit. Apalagi, berdasar pengalamannya, proses itu biasanya sudah bisa diketahui hasilnya dalam rentang 2-3 bulan. Kenyataan ini pun menjadi kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi yang tengah ditanganinya.
Berdasar data yang dikumpulkan WartaBromo, setidaknya ada delapan kasus dugaan korupsi yang sebelumnya telah dilaporkan Kejari Bangil. Tujuh diantaranya dugaan korupsi penggunaan dana desa (DD).
Ketujuh desa yang dimaksud diantaranya, Desa Karangasem, Kecamatan Wonorejo (DD 2017); Desa Semare, Kecamatan Kraton (DD 2016); Desa Karangjati, Kecamatan Lumbang (DD 2016); Desa Pulokeeto, Kecamatan Kraton (DD 2017); Desa Randupitu, Kecamatan Gempol (DD 2017).
Kemudian Desa Curah Dukuh, Kecamatan Kraton; Desa Sukolilo, Kecamatan Prigen (DD 2017). Sedangkan satu kasus lainnya, dugaan korupsi penggunaan anggaran kegiatan di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Pasuruan tahun anggaran 2017.
Menurut Deny, dari beberapa kasus yang tengah disidiknya itu, tak satupun yang sudah kelar. Padahal, hasil penghitungan itu merupakan dokumen pelengkap sebelum berkas kasus dinyatakan P-21 (sempurna).
Belum selesainya penghitungan kerugian atas kasus dugaan korupsi Dana Desa Pulokerto, Kecamatan Kraton tahun 2017 bisa menjadi contoh betapa lambannya kinerja Inspektorat. Betapa tidak. Surat permohonan penghitungan kerugian itu sudah dikirim Kejari pada 12 Oktober 2018 silam. Celakanya, hingga proses penghitungan itu kini tak kunjung selesai.
Sejauh ini, menurut Deny, baru ada dua desa yang telah diobservasi langsung olen pihak Inspektorat. Keduanya adalah Pulokerto dan Karangasem. Tetapi, bagaimana hasil akhirnya, belum didapat hingga kini.
Di pihak lain, lambannya respons Inspektorat membuat M. Niam, ketua Pasuruan Solidarity Team merasa perlu angkat bicara. Sebelumnya, ia bahkan sempat mendatangi kantor Inspentorat guna menanyakan hasil audit itu pada November silam.
“Kami sempat ke sana karena bagaimanapun juga, kasus-kasus seperti ini harus tetap dikawal. Tapi, terus terang kami kecewa. Surat permintaan penghitungan sudah diajukan sebulan sebelumnya, dibilang tidak terima. Ini kan keterlaluan,” kata Niam.
Bagi Niam, sikap lamban oleh Inspektorat bisa diartikan sebagai penghambat dalam usaha penegakan hukum. Utamanya dalam konteks pemberantasan korupsi. “Seharusnya, kalau kejaksaan sudan bekerja dengan benar, Inspektorat juga harus begitu. Jangan sebaliknya,” jelas Niam.