Probolinggo (wartabromo.com) – Pedagang pada Festival Pandalungan Pasar Rakyat Muslimat NU Kota Probolinggo dikenakan biaya stan, meski Pemkot Probolinggo tidak menerapkannya. Persoalan lain, pedagang terancam merugi karena festival sepi pengunjung.
Sejak 6 Maret lalu, Festival Pandalungan Pasar Rakyat digelar di Alun-alun Kota Probolinggo. Rencana awal festival ini berakhir hari ini, 10 Maret. Karena sepi, kemudian diperpanjang hingga Selasa (12/3/2019). Festival ini diakui oleh pedagang cukup sepi. Mereka berharap balik modal, karena jualannya sepi. Sebab hingga saat ini, biaya menempati tenda belum kembali. “Sepi. Mudah-mudahan tiga hari sampai penutupan, pengunjung dan jualan kami ramai,” kata Nada Ruisma, Minggu (10/3/2019).
Lapak pada festival yang diharapkan mampu mengangkat potensi UMKM ini, digratiskan oleh Pemkot setempat. Namun, praktiknya berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Para pedagang dikenakan biaya stand yang bervariasi. Antara Rp200 ribu hingga Rp1,5 juta per stan, tergantung lokasi dan besarnya stan.
Penarikan dana dibenarkan, di antaranya Nada Ruisma, pedagang asal Madiun yang berjualan aksesories dan Muhammad Ikhsan, pedagang asal Jombang. Mereka menempati tenda kerucut sisi timur panggung utama dengan membayar Rp1,5 juta ke Damar, pengelola event tersebut (EO). Pada tenda yang ditempatinya, ada fasilitas penerangan listrik. Tenda itu, bukan miliknya, tetapi kepunyaan EO.
“Yang penting saya bisa jualan dan disuruh menempati tenda ini,” kata pria yang berjualan aneka kerajinan dari kulit ini.
Untuk pedagang kaki lima yang berjualan di area acara, juga membayar. Padahal, mereka tidak mendapat fasilitas tenda, tetapi hanya penerangan. Harganya, tergantung luasan tempat yang dipakai berjualan. Besarannyan angkanya antara Rp200 ribu hingga Rp400 ribu.
“Bayarnya tidak sekarang, tetapi saat festival berakhir,” tutur Badri, warga Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Mayangan.
Damar, selaku EO, mengakui jika seluruh pedagang dikenai biaya. Selain biaya tenda dan lampu, duit yang terkumpul dari peserta digunakan untuk biaya panggung serta sarana dan prasarana pendukungnya, termasuk sound system.Selain juga untuk hiburan musik yang dihadirkan dalam acara gelaran Pemprov Jatim dengan Pemkot Probolinggo ini.
“Meski acara ini diselenggarakan Pemprov dan Pemkot, namun dari kedua institusi itu tidak ada dananya. Biaya yang kami pakai untuk membiayai acara ini dari pedagang dan permainan,” terangnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Probolinggo, Tutang Aribowo, mengaku tidak mengetahui terkait dugaan pungutan liar tersebut. Sebab dari pihak Pemerintah tidak memungut biaya untuk stan atau tenda.
“Ya saya tidak tahu, terkait pungutan seperti itu. Yang pasti dari kami tidak meminta pungutan biaya pada para pedagang itu, tempat tenda itu sudah disediakan oleh pemerintah sendiri,” jelasnya. (fng/saw)