Mendengar “Suara” Wongso saat Gagal Rebut Proyek PLUT-KUMKM

2627
“Saya dibilangi Pak Dwi kalau Pak Wali kecewa karena fee-nya tidak sesuai,” 

Redaksi

WALI Kota Pasuruan nonaktif, Setiyono sudah dua kali jalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Mencoba mengikhtisarkan. Persidangan pertama, dalam dakwaan jaksa mengungkapkan, Setiyono telah menjumputi duit dari rekanan sampai terkumpul Rp2,96 miliar. Uang sebanyak ini diperolehnya selama tiga tahun duduk di kursi Wali Kota, yakni 2016, 2017, dan 2018.

Sepertinya jumlah uang sebesar itu yang bisa dibuktikan KPK, setelah mencatat serangkaian pemberian fee oleh para rekanan kepada Setiyono.

Selebihnya, bisa dibilang tak ada hal lain terungkap pada sidang 25 Februari itu, karena lebih bersifat mengulas kembali soal pengkondisian pemenang tender dan penentuan fee proyek.

Cara Setiyono mendapatkan “kutipan fee” proyek itu juga melibatkan hampir semua pihak, mulai pejabat hingga kerabat.

Macam Dwi Fitri Nurcahyo, Staf Ahli Hukum serta Wahyu Tri Hardianto, staf Kelurahan Purutrejo. Untuk dua nama tersebut, KPK telah mengantarkannya ke meja hijau.

Malah ada keponakan sampai-sampai adik kandungnya yakni Edy Trisulo Yudho, yang juga menjabat kepala bidang di sebuah instansi di lingkungan Pemkot Pasuruan.

Dari sokongan dan kerja keras para anak buahnya itulah, Setiyono dapat memenuhi banyak kebutuhan yang ditanggungnya sebagai Wali Kota.

Tak ketinggalan peran dan jasa pihak swasta juga membuat Setiyono dapat sesaki kantong dengan pundi-pundi hasil proyek. Pihak-pihak yang berkumpul di sejumlah asosiasi pengusaha jasa kontruksi diarahkannya. Bahkan untuk ini, ada tim khusus, di antaranya Andi Wiyono, Prawito, dan Ahmad Fadoli. Nama-nama itu kemudian mengemuka dengan istilah trio kwek-kwek.

Ada juga Wongso Kusumo, Ketua Gabungan Pengusaha Kontruksi Indonesia (Gapensi) disebut jaksa turut dalam permainan proyek di Kota Pasuruan selama ini. Pria berdomisili di Perumahan Pondok Sejati Indah itu  juga merupakan pemilik CV Sinar Perdana, perusahaan yang gagal mendapatkan proyek PLUT-KUMKM.

Sidang kedua, justru banyak fakta menarik berkembang. Jaksa sekiranya tetap mencoba mengarahkan pada upaya-upaya Setiyono hingga mendapatkan “ceperan” sebanyak Rp2,96 miliar, sebagaimana dakwaan dalam sidang pertama.

Ada tujuh saksi dihadirkan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya pada Senin, 4 Maret kemarin. Di antaranya Raharto Teno Prasetyo, Wakil Wali Kota Pasuruan dan Wongso Kusumo.

Dalam sidang, Teno diungkap telah menerima plotingan proyek dari Setiyono. Meski kemudian, Teno membantahnya dengan mengatakan, jatah proyek miliknya itu dikembalikan.

Selain saling bantah Setiyono vs Teno. Dari sekian banyak kesaksian, ada pernyataan cukup menggelitik, ketika jaksa mencoba fokus pada perkara proyek PLUT-KUMKM.

Diketahui, proyek senilai Rp2,2 miliar pada Dinas Koperasi itu sebelumnya diplot agar dapat dimenangkan Wongso. Namun, CV Sinar Perdana yang diajukan Wongso malah didrop, hingga garapan tersebut ditender ulang.

Dalih saat itu, Wongso tak mampu dalam kualifikasi teknis. Endingnya, CV Mahadhir diberi ruang sodorkan penawaran hingga menangkan tender PLUT.

“Saya dibilangi Pak Dwi kalau Pak Wali kecewa karena fee-nya tidak sesuai,” kalimat Wongso soal CV Sinar Perdana didrop dalam lelang PLUT.

Pernyataan itu menyiratkan, begitu kuat tangan Setiyono dalam mengatur proyek, sampai-sampai mudah menjatuhkan rekanan dalam lelang, meski sebelumnya termasuk dalam ploting. Sekadar informasi, Wongso saat itu sebagai satu-satunya pihak yang mengajukan penawaran dalam tender proyek PLUT-KUMKM.

Tentu saja terbuka anggapan, bila tetapan besaran fee sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Bagi siapapun rekanan yang mengajukan diri mendapat pekerjaan, selanjutnya harus penuhi kewajiban setor hasil proyek yang digarap.

Sepertinya mekanisme teknis berkenaan dengan proses lelang juga tak menjadi halangan Setiyono Cs, untuk mendapatkan anggukan persetujuan rekanan, agar memberikan “sedikit rezeki” hasil proyek.

Itu karena, tim teknis di Badan Layanan Pengadaan juga telah disiagakan, yang dapat meloloskan penawaran atau bahkan sewaktu-waktu menganulirnya, jika rekanan dinilai tak mampu penuhi kualifikasi.

Tinggal menunggu, bagaimana dan apa yang akan mengemuka pada sidang ketiga yang dihadapi Setiyono selanjutnya. Semoga saja soal proyek pembangunan Kota Pasuruan ini, tak ada kalimat “Suka-suka sang juragan, maunya apa,”.

Wassalam. (*)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.