Probolinggo (wartabromo.com) – Petani sayur kubis (kol) di lereng Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, gundah gulana. Pasalnya, harga sayuran andalannya murah sekali. Sayur kol siap panen dengan kualitas terbaik, hanya dibiarkan sampai membusuk.
Di musim penghujan ini, petani kubis seharusnya berpesta menikmati panen raya sayur kol. Namun, apa daya, harga kubis yang hanya sebesar Rp 300 per kilogram memupus harapan itu. Seperti yang dialami oleh petani kubis di Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Harganya yang anjlok membuat petani tak bergairah untuk memanennya. Bahkan sekedar beraktifitas di ladang pun mereka enggan. Petani sayur kol, memilih untuk tidak memanen sayur kol yang seharusnya sudah bisa dipanen. Hal itu karena harga sangat murah dan merugikan petani.
“Ini lahan dan tanaman kol milik saya sendiri, ditawar 400 rupiah perkilogram. Tapi sampai sekarang malah tidak laku-laku. Akhirnya ya saya biarkan saja, sampai membusuk dan menjadi rabuk (pupuk kompos),” tutur Samsudin, salah satu petani sayur kol, Selasa (5/3/2019).
Udin menuturkan dirinya dan petani lainnya, enggan memanen kubis karena harga jualnya tak sesuai dengan ongkos produksi. Sebab, biaya operasional untuk mengolah lahan seluas 1,5 hektar berkisar antara Rp 17 juta. Sementara saat ini, sayur kol dari petani, harganya hanya Rp 300 hingga Rp 400 per kilogram.
Padahal, harga normalnya bisa mencapai seribu rupiah per kilogram. Dengan harga normal sekitar seribu rupiah, petani bisa mendapatkan hasil kotor antara 30 sampai 35 juta rupiah. Artinya, hasil bersih petani bisa mencapai 12 hingga 13 juta rupiah.
“Namun saat ini, bukannya untung, petani malah merugi. Karena murahnya harga jual sayur kol,” ungkap Udin.
Keadaan ini, sangat ironis jika dibandingkan dengan petani di Pulau Sumatera. Dimana beberapa waktu lalu, sayur kol milik petani di Provinsi Sumatera Utara bisa menembus pasar ekspor. Yakni mengeksport sayur kol sampai ke beberapa negara asia. Mulai dari negara tetangga Malaysia sampai ke Jepang.
“Atas keadaan ini, petani berharap ada langkah kebijakan pemerintah. Sebab mayoritas petani sayur kol, menggunakan modal pinjaman. Kami berharap harga bisa kembali normal, petani di Probolinggo tidak merugi dan kembali sejahtera,” timpal Sanewar, petani lainnya. (lai/saw)