Kendati tidak ada aturan yang melarang, namun, praktik tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. “Dengan kata lain, siapa yang bisa menjamin proses verifikasi berlangsung fair. Apakah SPj-nya berlangsung transparan dan bisa dipertanggungjawabkan, saya kira ini pertanyaan wajar karena pemberi dan penerima dijabat orang yang sama,” sambung Fahrudin.
Dalam beberapa tahun terakhir, anggaran hibah-bansos Pemkab Pasuruan memang terus mengalami peningkatan. Pada 2016 lalu, anggaran ini mencapai Rp 90 miliar. Lalu, meningkat tajam pada dua tahun berikutnya. Masing-masing Rp 160 miliar (2017) dan Rp 200 miliar (2018). Tahun ini, Pemkab kembali mengalokasikan anggaran hibah dan basos sebesar Rp 275 miliar (termasuk hibah ke desa).
Sayangnya, lemahnya sistem penganggaran dan verifikasi bagi penerima membuka ruang terjadinya kebocoran. Terkait hal ini, Bupati Pasuruan Irsyad Yusuf pun mengajak semua elemen untuk ikut mengawasi program ini. Dengan begitu, hibah yang diberikan benar-benar tepat sasaran. (*)