Menguji Akuntabilitas Dana Hibah Kabupaten Pasuruan

3702

Anggaran hibah-bansos senilai Rp195 miliar itu bukan satu-satunya program Pemkab yang terancam tak bisa dilaksanakan. Kegiatan Belanja Barang yang Diserahkan kepada Desa (Hibah) dengan pagu anggaran Rp82 miliar yang akan diberikan kepada desa juga sama.
Penelusuran WartaBromo, program yang sebagian besar berupa kegiatan pembangunan fisik seperti sanitasi, plengsengan itu dilarang untuk dilaksanakan oleh Pemprov karena tidak sesuai ketentuan penganggran. Alasannya, desa bukan termasuk sebagai pihak yang diperkenankan menerima hibah.

Adanya larangan itu setidaknya tertuang dalam lembar evaluasi Pemprov poin 8. Menurut Pemprov, pemakaian kode rekening “Belanja Barang yang Akan Diserahkan kepada Masyarakat/Pihak Ketiga” tersebut dipergunakan untuk hibah atau bansos. Sementara desa, bukanlah pihak yang diperkenankan menerima hibah/bansos.

Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 298 ayat 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah dan Permendagri No 32/2011 sebagaimana diubah dengan Permendagri 13/2018 tentang Pedoman Pemberihan Hibah dan Bansos. Halaman Selanjutnya…

Anggaran belanja barang yang akan diberikan kepada pihak ketiga (desa) itu tertulis dengan kode rekening 5.2.2.23. Padahal, kode rekening tersebut merupakan kode rekening untuk belanja hibah. Sementara, dalam waktu yang sama, desa bukanlah termasuk sebagai pihak yang boleh menerima hibah.

Terpisah, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pasuruan Misbah Zunib menepis bila anggaran Rp82 miliar tersebut sebagai hibah kepada desa. Menurutnya, anggaran yang diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur itu merupakan bagian dari tupoksinya.

“Hanya memang, lokasi kegiatan yang kami proyeksikan adalah milik desa. Jadi, hasil pekerjaan itu nanti diserahkan ke pihak desa, oleh Pemprov, itu masuk kategori hibah. Padahal, desa bukan termasuk pihak yang boleh menerima hibah,” kata Misbah.

Terkait dengan catatan provinsi yang melarang pelaksanaan program ini, Misbah pun memastikan untuk mematuhinya. “Kalau memang dilarang ya, kami akan ikuti. Tidak akan kami laksanakan daripada nanti menimbulkan persoalan hukum,” jelasnya.

Perlu diketahui, sebelum diundangkan menjadi perda (peraturan daerah), draf APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah), setelah disahkan di DPRD, kemudian dikirim ke provinsi untuk dievaluasi. Setelah itu, provinsi merespons dengan memberikan catatan jika ditemukan item yang tidak sesuai guna diperbaiki. Sayangnya, perbaikan itu diduga tidak dilakukan sepenuhnya.

Suasana sidang di DPRD Kabupaten Pasuruan.

Akui Ada ‘Titipan’ Dewan

Di sisi lain, terancam tidak cairnya dana hibah-bansos (termasuk hibah ke desa) tersebut membuat sebagian kalangan dewan meradang. Apalagi, sebagian angka itu merupakan ‘titipan’ dewan yang diakomodasi melalui pokok-pokok pikiran (pokir; dulu kerap disebut jasmas/jaring aspirasi masyarakat) saat proses pembahasan RAPBD akhir tahun lalu.

Ketua DPRD Sudiono Fauzan mengatakan, peraturan perundangan memang memberi ruang guna mengakomodasi usulan dewan yang disebut pokir anggota dewan. Kongkretnya, pokir tersebut merupakan formulasi usulan dari para konstituen yang ditampung para anggota dewan saat melakukan reses ke lapangan.

Nah, usulan-usulan dari para konstituen itulah yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk usulan program. Dengan maksud untuk membatasi usulan, masing-masing anggota bisa mengusulkan program dengan pagu tertentu. “Ini semata agar teman-teman tidak saling berebut. Kalau tidak dibatasi, ya bisa-bisa semua usulan dimasukkan,” seloroh Dion.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.