Probolinggo (wartabromo.com) – Musim penghujan menjadi momok tersendiri bagi pengrajin bata merah di Kabupaten Probolinggo. Proses produksi memakan waktu lebih lama. Sementara harganya tergerus karena sepi order.
Petaka itu, seperti yang dirasakan oleh pengrajin bata merah di Desa Rondo Kuning, Kecamatan Kraksaan. Dimana sejak 2 bulan terakhir, yakni sejak Desember 2018 lalu, proses produksinya tersendat. Sebab, terkendala cuaca yang sering mendung bahjan hujan deras.
Semula, proses pengeringan bata merah hanya memerlukan penjemuran 3-4 hari saja. Namun, di musim penghujan setidaknya membutuhkan waktu 2 minggu.
“Sebab kami mengandalkan sinar matahari sebagai sumber panas agar bata yang kami produksi kering. Kalau tidak kering, nanti kualitasnya jelek,” tutur salah satu perajin bata merah Asy’ari (63), Kamis (7/2/2019).
Ia menuturkan biasanya dalam sehari, dirinya mampu mencetak sekitar 1.000 hingga 1.500 biji bata. Proses itu, hanya pencetakan saja di hamparan. Belum proses pengeringan dan pembakaran bata mentah menjadi bata merah. Di musim penghujan ini, untuk memproduksi bata merah sebanyak 1.000 biji membutuhkan waktu 1-2 minggu.
“Karena terganggu oleh cuaca hujan yang hampri tiap hari turun,” kata ayah 2 anak itu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ahmad, perajin bata merah lainnya. Selain proses pengeringan yang terganggu, perajin juga dipusingkan dengan sepinya order. Dimana warga sangat jarang sekali memesan bata merah untuk kebutuhan pembangunan rumah atau bangunan. Sehingga penghasilan mereka juga tergerus.
Saat ini, harga bata merah dijual seharga Rp 350 ribu per 1.000 biji. Harga itu berlaku di tempat, belum termasuk ongkos kirim.
“Harga bata tetap tidak ada perubahan meskipun datangnya musim hujan. Hanya saja, proses pembuatan bata merah agak memakan waktu. Sehingga menambah beban kerja,” terang Ahmad.
Dengan waktu produksi yang lebih lama, perajin bata merah hanya mengandalkan pembelian dari warga. Sementara, pembelian borongan dari perusahaan perumahan tidak sanggup dilayani. (cho/saw)