Kesaksian sedikit berbeda diutarakan Siti Amini, yang menjelaskan di antara satu adalah pada apa dan bagaimana PLUT. Pernyataannya, lebih mempertebal keterangan Setiyono sebelumnya, semisal pengakuan saat dimintai menelusuri dan meraih PLUT, sejak ia dilantik pada 2017 lalu.
Secara umum, keempat saksi itu, menambahkan saja penjelasan yang diungkapkan Setiyono, tatkala menjawab detil pertanyaan jaksa sebelumnya.
Hanya saja, ada informasi tambahan yang terungkap dalam kesaksian tiga pegawai BLP, di sidang ketiga Baqir saat itu.
Tiba-tiba dalam ruang sidang terdengar ucapan “kiriman” uang sebesar Rp50 juta, diberikan oleh Dwi Fitri Nurcahyo, kepada Njoman Swasti. Uang itu disebut Dwi, sebagai uang lembur untuk dibagikan ke Pokja 2 BLP. ke Halaman 2
“Saya sempat tanya (ke Dwi), ndak apa-apa Pak?” kata Njoman mengulang kalimatnya ke Dwi sesaat menerima uang itu.
Njoman kemudian mendapat pernyataan meyakinkan, bahwa uang lembur itu, aman. Saat itu, diakui pihaknya memang tengah mempersiapkan teknis tender ulang proyek PLUT.
Sekilas, hampir tidak terdapat penegasan dari empat saksi pegawai Pemkot, mengenai daftar ploting proyek seperti dipraktikkan Setiyono, yang didalihkan menjaga kondusifitas Kota Pasuruan waktu itu.
Setengah jam kemudian jaksa berputar kembali ke Setiyono, seakan merasa cukup meminta penjelasan kepada empat pegawai anak buah Setiyono itu.
Sepertinya, bisa dimaklumi jika sikap jaksa lebih fokus ke suami dari Rini Widjajati tersebut.
Pasalnya, menggunakan Dwi Fitri Nurcahyo, orang nomor satu di Kota Pasuruan ini, putuskan cara bagaimana membagi-bagi proyek. Dwi-lah, yang juga menuntaskan draft ploting proyek Kota Pasuruan pada tahun anggaran 2017 serta 2018, seperti yang diminta Setiyono. Belakangan terungkap, untuk penentuan nama-nama penerima jatah proyek, ia dibantu para pengendali asosiasi. Nama yang mengemuka sebagai partner Dwi menyusun ploting adalah Wongso, ketua Gapensi Kota Pasuruan.
Dalam praktiknya, rekanan yang masuk dalam daftar ploting proyek kemudian dimintai komitmen fee dalam besaran tertentu. Operasi Dwi itu dilakukan bersama-sama dengan Edy Trisulo Yudo, adik Setiyono; Hendrik, keponakan Setiyono; dibantu Wahyu, staf Kelurahan Purutrejo; serta Supaat, yang dikenal sosok berlatar LSM.
Itulah, jaksa kemudian mengungkapkan serangkai nama terkait realisasi plot-plot proyek dimaksud. Wahyu dikatakan tak pernah ada hubungan dan tak dikenal Setiyono, seperti tertuang pada BAP halaman 3 poin 6 huruf c.
‘Hanya kenal namanya saja. Nggak kenal,” katanya.
Iapun tak tahu menahu, jika Wahyu kerap “hilir mudik” membantu Dwi, Edy, maupun Hendrik soal proyek-proyek yang dimainkannya.
Berkembang kemudian, pengakuan ke jaksa Kiki waktu itu, sang keponakan termasuk bagian yang turut membantu menduduki jabatan nomor satu di Kota Pasuruan. Malah Edy Trisulo Yudo, kepala bidang di Dinas Perizinan, menjadi koordinator tim pemenangannya dalam Pemilihan Wali Kota tahun 2015 lalu.
“Jadi koordinator tim sukses,” jelasnya, ketika ditanya tentang adiknya tersebut.
Sekadar informasi, Edy Trisulo Yudo sebelumnya Kasubag Kerjasama Antar Daerah dan Evaluasi Kerjasama pada Sekretariat Daerah, yang kemudian pada 9 September 2016 dilantik jadi Kabid Pelayanan BPMPP Kota Pasuruan, sejak Setiyono duduki Wali Kota.
Nama Supaat, yang dikenal memiliki latar belakang LSM pun tenggelam di ruangan Cakra, tatkala jaksa menyebut Edy memiliki julukan “Wali Kota 2”.
“Setelah saya tanya, Wali Kota 2 itu adik saya,” ungkap Setiyono.
Menyusulkan kalimat itu, jaksa membeber pihak-pihak penerima plot yang disusun Dwi atas persetujuan sang juragan, Mulai Wali Kota 1, Wali Kota 2, Wawali, anggota DPRD, LSM, Wartawan, Partai politik.