Menghindari Fintech Abal-abal dengan Berliterasi

1564

Diketahui, belakangan jaga maya memang dihebohkan dengan munculnya sejumlah tagar untuk menolak bayar terhadap fintech. Hal itu sebagai protes praktik penagihan sejumlah layanan fintech yang dinilai kurang patut, bahkan cenderung mengabaikan privasi debitur.

Di sisi lain, meningkatkan pertumbuhan fintech peer to peer lending (p2p) sejalan dengan meningkatnya angka pembiyaan sektor ini. Data OJK menyebutkan, hingga pertengahan tahun ini, total pembiayaan fintech mencapai Rp 7 triliun. Angka itu meningkat tajam bila dibanding akhir tahun lalu yang hanya sebesar Rp 2,56 triliun (173,4 persen).

Meningkatnya pembiayaan fintech itu sekaligus menegaskan tingkat pemahaman masyarakat akan keberadaan lembaga pembiayaan berbasis teknologi ini. “Dan kami, OJK juga senantiasa melakukan sosialisasi ke daerah-daerah dalam rangka meningkatan pemahaman publik akan literasi keuangan,” sambung Widodo.

Head of PR & Marketing Modalku, Ariani Hadioetomo yang dihubungi terpisah mengatakan, perkembangan teknologi saat ini memang membuka ruang bagi industri jasa keuangan. Hasilnya, banyak industri keuangan berbasis digital yang bermunculan. “Tetapi, ada juga yang kemudian dinyatakan gagal oleh OJK,” terang Ariani.

Dikatakan Ariani, saat ini, masyarakat sudah cukup kritis untuk memilih perusahaan yang kompatible dalam memenuhi kebutuhan keuangan mereka. Tetapi, ada juga kelompok masyarakat lain yang belum melek literasi. Karena itu, mengecek ulang status penyelenggara fintech harus dilakukan.

“Sebelum memilih,pengguna dapat mengecek latar belakang perusahaan, founder siapa. Atau bila perlu, bisa berkomunikasi langsung dengan representatif perusahaan tersebut untuk mengklarifikasi informasi yang dianggap penting,” jelas Ariani melalui keterangan tertulisnya.

Modalku merupakan platfom pinjaman digital tersebesar di Indonesia dan Asia Tenggara yang menghubungkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan pemberi pinjaman. Tahun 2017 lalu, Modalku meraih penghargaan SME Excellence Award dari ITU Telecom, salah satu badan organisasi PBB, yang sekaligus sebagai startup pertama di Asia Tenggara yang meraih penghargaan tersebut.

Terkait munculnya gerakan menolak bayar terhadap fintech, Ariani tak mengelaknya. Tetapi, ia mengatakan hal itu kasuistik. Yang patut dicatat, kata Ariani, persoalan itu muncul sebagai akibat minimnya pemahaman debitur terhadap konsekuensi yang terjadi dalam bertransaksi.

“Kenapa ini terjadi, tentu ini akibat dari minimnya literasi atau edukasi keuangan yang dimiliki oleh debitur. Karena itu, sangat penting bagi calon debitur untuk memahami setiap penawaran dan juga kesepakatan dengan penyelenggara fintech. Tetapi, langkah pertama yang harus dilakukan, adalah mengecek keabsahan fintech apakah sudah terdaftar dan sudah berizin di OJK atau belum,” jelas Ariani. (*)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.