Industri Farmasi Ikut ‘Sakit’ Imbas BPJS Kesehatan Defisit

3196

Nah, jika ditambahkan dengan perolehan iuran selama beberapa tahun sejak BPJS beroperasi adalah sebesar Rp 235,06 triliun.

Terkait defisit keuangan yang terjadi saat ini, BPJS menyebut karena sejumlah faktor. Pertama, karena iuran yang ada saat ini belum sesuai dengan perhitungan aktuaria DJSN. Padahal, program JKN-KIS mengunakan prinsip anggaran berimbang, yang mana pendapatan dan pengeluaran harus sama.

“Sebenarnya titik masalahnya terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuarial. Persoalannya, meski besaran iuran saat ini masih dalam posisi underpriced, pasti akan ada resistensi di kalangan masyarakat ketika dilakukan penyesuaian,” kata Dirut BPJS Fahmi Idris dalam rilisnya.

Sementara dalam waktu yang sama, lanjut Fahmi Idris, jumlah masyarakat yang sakit terus mengalami peningkatan. Dikutip dari laman BPJS Kesehatan, sampai Agustus 2018, pengeluaran BPJS untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp 12 triliun atau sekitar 21,07 persen dari total biaya pelayanan kesehatan.

Untuk menghindari defisit yang lebih parah, BPJS mengambil sejumlah langkah. Salah satunya, suntikan dana dan juga optimalisasi tata kelola program JKN-KIS. Selain itu, juga melakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, optimalisasi peran FKPT sebagai gate keeper, serta melakukan efisiensi operasional. (*)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.