Keterbatasan fisik sejatinya bukan penghalang meraih cita-cita. Jika punya semangat, pasti ada jalan untuk menggapai harapan itu. Apalagi zaman sekarang ini, kesempatan bagi mereka makin terbuka luas. M Anshori, siswa kelas VIII Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA LB) Dharma Asih Kraksaan, termasuk yang gigih memperjuangkan mimpi dan cita-citanya.
Laporan: Sundari Adi Wardhana
USIANYA 16 tahun, lahir pada 3 November 1992. Masih sangat muda. Tapi semangatnya melalui hari demi hari cukup menyentuh hati. Setiap hari, pukul 03.00 WIB, M Anshori, sudah bangun dari tidur lelap. Usai membasuh muka dengan air yang begitu dingin pada dinihari, siswa kelas VIII Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA LB) Dharma Asih Kraksaan itu, menunaikan ibadah salat sunah. Rutinitas ini sudah dilakukannya sejak ia masih duduk di bangku SD.
Yuliatin, ibundanya, selalu mengajarkan Anshori untuk mensyukuri nikmat dari sang Maha Khalik. Selesai menunaikan ibadahnya, warga Dusun Plakpak, Desa Besuk Agung, Kecamatan Besuk ini langsung mempersiapkan buku pelajarannya. Setelah persiapan cukup, ia mandi. Dinginnya air di kamar mandi, justru membuatnya bersemangat untuk segera tiba di sekolah yang berjarak 6 km dari rumahnya itu.
“Kalau pagi diantar Paman Salam (sepupu orang-tuanya). Kalau siang kadang dijemput ibu atau bapak,” tutur putra pasangan suami istri (pasutri) Abdul Azis-Yuliatin ini polos.
Di bawah bimbingan Rizky Perdhana Kusuma, gurunya di SLB Dharma Asih, Anshori belajar seni musik. Ia juga menjadi vokalis di grub band yang dibentuk oleh gurunya tersebut. Anggotanya pun para penyandang difabel. Grup band ini sering tampil di berbagai ajang.
Anshori yang suka menyanyikan lagu Islami dan pop melankolis ini termasuk siswa yang cukup aktif. Saat ini ia tercatat sebagai vokalis pada grup hadrah Nur Rasul pimpinan Massajo, Penilik Diktara Kecamatan Besuk. “Kefasihannya dalam melafalkan kata per kata, huruf per huruf, bahkan melebihi orang normal pada umumnya,” tutur Massajo.
Anshori mengaku belajar mengaji dengan cara hafalan dari Ustadzah Juma’ani. Sejak beberapa tahun lalu, ia sering mendengarkan lantunan qiroah dari radio dan VCD. Saat ini, suara qori bisa dinikmati dari ponsel yang dimilikinya. Tujuannya tak lain untuk mengasah kemampuan dirinya dalam tajwid dan tartil. Itu dilakukan untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang qori.
“Sekarang, selain sudah bisa dengan nada Alquran, dari HP itu saya juga mendengar SMS teman-teman,” tuturnya. Hal itu dimungkinkan karena ponsel miliknya itu sudah diinstal aplikasi Talk.
Anshori mampu meraih prestasi. Di antaranya juara harapan 1 cabang olahraga (cabor) catur pada Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Provinsi Jawa Timur. Dengan prestasi dan belajar giat, ia tak mau status difabel menghalanginya meraih keinginan dan cita-cita.
Putra buruh tani ini menegaskan, akan melanjutkan studinya sampai bangku perkuliahan. Kemudian bekerja untuk membantu menghidupi keluarga. Keterbatasan fisik tetap tak membuat dirinya mengeluh, bertekad akan berusaha untuk menggapai cita-citanya agar bisa membantu orang tua. Saat ini, ia bolak-balik ke Surabaya untuk mengikuti bimbingan skill.
Anshori berharap pemerintah menyediakan sekolah dengan fasilitas yang layak bagi kaum difabel. “Saya dan penyandang difabel lainnya ingin menempuh pendidikan di sekolah umum seperti yang dinikmati orang normal. Tanpa pembedaan dan diskrimisasi. Agar hal itu mampu memberi saya kepercayaan diri atau mental yang baik dan tidak menjadikan kami sebagai obyek belas kasihan,” harapnya. (*)