Dana Hibah Kabupaten Pasuruan Rawan Masalah

5168

Hibah kepada Yayasan Sikandi Husada, adalah contoh lain betapa longgarnya verifikasi dalam proses penerimaan hibah. Sebab, meski tidak memiliki kantor yang jelas, lembaga ini bisa mendapat kucuran dana hibah bantuan ternak senilai Rp 100 juta.

Sesuai data penerima hibah yang diperoleh, lembaga yang bergerak di bidang pendidikan ini beralamatkan di Jl. WR. Supratman, Desa Tawangrejo, Kecamatan Pandaan. Akan tetapi, saat ditelusuri, WartaBromo tak menemukan kantor lembaga tersebut. Bahkan, lima dusun di Desa Tawangrejo, tidak juga didapati kantor yayasan ini.

Nah, kejelasan soal yayasan itu baru terkuak dari surat keputusan badan hukum Kementerian Hukum dan HAM yang didapat WartaBromo. Pada surat bernomor AHU-4186.AH.01.04 Tahun 2012, itu tertulis Yayasan Pendidikan Srikandi Husada sebagai nama lembaga itu.

Merujuk data tersebut, yayasan itu didirikan oleh DR. Kasiman, bersama istrinya, Reni Wismiati, dan juga tiga koleganya yang lain, DR. Neviana Fitri Lestari dan juga Rimun Radityo. Kasiman sendiri saat ini tercatat sebagai anggota Komisi A DPRD Kabupaten Pasuruan.

Kasiman yang dikonfirmasi mengakui lembaga yang dipimpinnya sebagai penerima hibah tahun 2017 silam. Olehnya, hibah berupa bantuan ternak sapi itu kini ada di kandang, tak jauh dari kantor kelurahan. “Bukan fiktif. Kalau mau tahu, sampean bisa lihat di kandang. Sampean hitung sendiri sapinya,” terangnya. Dikatakannya, sapi-sapi itu untuk praktik pembelajaran pembuatan biogas.

WartaBromo sempat mengunjungi kandang ternak yang dimaksud. Lokasinya tepat berada di belakang kantor balai desa Tawangrejo. Tampak dua tabung berukuran besar tertanam di sana. Menurut Kasiman, kedua tabung itu berfungsi sebagai digester untuk menampung kotoran sapi sebelum diambil gasnya.
Sayangnya, saat disinggung alamat kantor yayasan yang dipimpinnya, Kasiman tidak menjawab dengan pasti. “Sampean mau tanya hibah atau kantornya? Kalau hibahnya, silakan datang ke kandang. Kalau kantor, jangan dibayangkan kantornya kayak kantor dewan. Kandang itu sudah jadi aset yayasan. Jadi, tidak bisa diwarisi,” kata politisi asal Partai Gerindra ini.

Sementara itu, pegiat antikorupsi dari Malang Corruption Watch (MCW), Fahruddin mengatakan, selama ini, realisasi dana hibah memang rentan permasalahan. Di sejumlah daerah, dana hibah justru hanya dijadikan sebagai alat untuk menikmati uang negara. Tentu dengan berbagai macam modus operandinya.

Di wilayah Malang Raya misalnya. Dari penelusuran yang dilakukannya, ditemukan adanya praktik pinjam bendera atau yang disebutnya sebagai broker dana hibah. Ini biasa berlaku pada kasus dana hibah yayasan. Modusnya, para broker hibah itu biasanya meminjam bendera yayasan tertentu guna diajukan dana hibah ke pemda setempat. “Sedangkan, pemilik atau pengelola yayasan sendiri, tidak pernah mengajukan itu,” terang Fahrudin.

Terkait beberapa temuan di Kabupaten Pasuruan, dikatakan Fahrudin, bukan semata pelanggaran administratif. Tapi, sudah berpotensi pada pelanggaran pidana karena berpeluang merugikan keuangan negara. “Karena lembaga penerima, sejatinya belum memenuhi syarat untuk menerima hibah itu. Tapi toh nyatanya tetap lolos dan menikmati dana tersebut,” jelasnya.

Lemahnya proses verifikasi menjadi salah satu penyebab bocornya dana hibah di banyak daerah. Mereka yang secara syarat belum memenuhi, karena proses verifikasi yang kurang ketat itu, akhirnya bisa mendapatkan. Sementara di sisi lain, banyak lembaga yang benar-benar memenuhi syarat, justru tak dapat kucuran dana.

Setali tiga uang, M. Dahlan, aktivis dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Jawa Timur juga mengungkapkan hal yang sama. dikatakannya, aturan dalam Permendagri perihal syarat penerima hibah harus berusia tiga tahun bukanlah wilayah yang multitafsir atau debateble. Ketentuan itu sudah cukup jelas bahwa lembaga penerima harus sudah tiga tahun terdaftar Kemenkum HAM.

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.