Tak Hanya Paru-paru, Bakteri TBC Juga Serang Organ Ini

3289
Bakteri TBC itu tumbuh subur di tempat yang lembab tanpa sinar matahari

Laporan : Salsabelah Cahyani

TBC, atau Tuberculosis mungkin sudah akrab terdengar oleh masyarakat. Namun, TBC yang dikenal orang biasanya hanya sebatas penyakit yang menyerang paru-paru. Padahal, TBC juga bisa menyebar ke tulang, kulit, kelenjar, hingga ada TBDM (TB Diabetes Millitus).

Jika ditarik, definisi Tuberculosis merupakan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang dan merusak jaringan tubuh manusia.

Kuswandi, Kasie Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kota Pasuruan, menjelaskan, TBC merupakan salah satu penyakit yang penularannya sangat cepat. Sebagaimana kita tahu, penularan penyakit TBC ini, melalui media udara.

Ketika seorang penderita TBC berbicara dengan orang sehat yang imunnya lemah, maka secara otomatis, orang tersebut akan tertular virus TBC.

“Bakteri TBC itu tumbuh subur di tempat yang lembab tanpa sinar matahari,” tutur Kuswandi, Senin (19/11/2018).

Dijelaskan kemudian, gejala awal TBC biasanya ditandai dengan batuk disertai gatal di tenggorokan secara terus menerus selama 3 minggu. Tak hanya itu, TBC juga ditandai dengan berat badan yang turun secara terus menerus, sering ngos-ngosan meskipun jalan cuma sebentar, sering berkeringat dingin pada malam hari tanpa ada aktivitas fisik hingga sering lelah dan lemah.

Menurut Kuswandi, bagi siapapun yang mengalami gejala seperti disebutkan sebelumnya, diharapkan segera memeriksakan diri. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan deteksi dini.

Langkah awal pemeriksaan yakni mulai dari uji lab, foto rontgen, hingga identifikasi kontak. Uji lab dilakukan untuk menentukan apakah gejala yang dialami memang positif TBC. Jika uji lab hasilnya positif, langkah selanjutnya adalah identifikasi kontak. Tetapi, jika hasilnya negatif, perlu dilakukan foto rontgen untuk mengetahui kondisi dalam tubuh suspek.

Pada tahap identifikasi kontak, petugas akan meminta izin kepada suspek untuk mendatangi rumah dan melakukan pemeriksaan. Hal ini dilakukan untuk mencegah orang disekitar penderita, juga tertular.

Tahap selanjutnya, suspek akan diperiksa lagi untuk menentukan resistennya. Penentuan resisten bertujuan untuk menentukan jenis obat dan dosis yang akan diberikan kepada penderita.

Jika obat dengan standar tertentu sudah ditentukan, penderita akan melalui 2 tahap pengobatan. Tahap pertama, penderita TBC meminum obat setiap hari selama 2 hingga 3 bulan. Tahap kedua, obat diminum seminggu 3 kali, selama 4-8 bulan.

Konsumsi obat secara rutin, bagi penderita TBC hukumnya wajib. Jika obat tak dikonsumsi secara kontinyu, maka akan timbul Multi Drug Resistant (MDR) atau dikenal dengan TBC yang kebal terhadap obat.

MDR dinilai Kuswandi jauh lebih berbahaya. Penderita TB MDR akan menularkan TB MDR pula, dengan jenis pengobatan yang sama. Penderita MDR akan menjalani pengobatan selama 2 tahun. Bagi MDR, tak cukup hanya konsumsi obat, tapi juga harus menerima suntikan selama kurang lebih 6 bulan.

“Kebanyakan, orang-orang itu wegah sama efek samping obatnya, seperti mual hingga badan menjadi panas,” imbuhnya.

Kesadaran masyarakat akan bahaya TBC inilah yang masih terus digalakkan oleh petugas Kesehatan, mulai dari Dinkes, puskesmas, bidan desa hingga para kader.

Padahal, TBC yang tak tertangani dengan baik akan menyebabkan gizi buruk dan dampak terburuknya, kematian.

“Sepanjang tahun 2018, sampai September, sudah ada 3 orang meninggal akibat TBC,” pungkasnya.

Kuswandi menghimbau, bagi para penderita TBC untuk berjemur selama kurang lebih satu jam, yakni pada jam 06.00 – 07.00 WIB. Pemakaian makser, juga sangat dianjurkan, untuk mengurangi penularan TBC bagi orang-orang disekitarnya. Tak hanya itu, setiap pagi hari, usahakan agar sinar matahari masuk kedalam rumah untuk menekan pertumbuhan bakteri penyebab TBC. (*)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.