Waduh! Angka Pernikahan Anak di Probolinggo Sangat Tinggi

1633

Probolinggo (wartabromo.com) – Pernikahan Bawah Umur atau Pernikahan Anak masih jadi persoalan serius di masyarakat Indonesia. Di Kabupaten Probolinggo, 44 persen pernikahan yang terjadi adalah pernikahan anak. Pernikahan anak ini, juga turut menyumbang rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) daerah penghasil mangga ini.

Di Kabupaten Probolinggo, dari 100 pernikahan yang terjadi di Kabupaten Probolinggo, 44 diantaranya merupakan pernikahan anak. Tingginya angka pernikahan anak di Kabupaten Probolinggo, diungkapkan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DP2KB) setempat, dr. Anang Budi Yoelijanto, M.Kes.

“Cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur, mungkin nomor satu, bahkan bisa se-Indonesia,” ujarnya kepada wartabromo.com.

Pernikahan anak, yang dimaksud oleh Anang adalah pernikahan di bawah usia 20 tahun. Namun, pernikahan itu sesuai dengan batas usia perkawinan di Indonesia berdasarkan UU Perkawinan saat ini, yaitu 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah, red) kami. Sebab, pernikahan anak ini berkorelasi dengan angka kemiskinan dan kesehatan dalam indeks pembangunan manusia atau IPM di Kabupaten ini,” kata dokter Anang.

Dari data yang dimiliki oleh DP2KB, hingga bulan Agustus, jumlah pernikahan sebanyak 6.889. Angka itu, merupakan jumlah pernikahan yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Dari jumlah itu, pernikahan dengan usia pengantin di bawah 20 tahun, sebanyak 3.088 kasus atau 44,83 persen. Kemudian pernikahan dengan usia 21-25 tahun, sebanyak 2.380 atau 34,55 persen. Sisanya 1.421 atau 20,62 persen, pernikahan itu terjadi di atas usia 26 tahun.

“Itu yang tercatat di KUA dan diverifikasi oleh petugas kami di kecamatan. Angka tersebut tidak termasuk pernikahan di bawah tangan atau perkawinan siri. Kami tidak bisa menjangkau karena tidak tercatat di KUA,” ungkap Herman Hidayat, Kabid Pengendalian Penduduk DP2KB.

Secara prosentase, pernikahan anak tertinggi terjadi di Kecamatan Sukapura, yakni 74,22 persen atau 95 kasus dari total 128 pernikahan. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Besuk sebesar 71,20 persen atau 225 dari 316 pernikahan. Disusul Kecamatan Sumber sebesar 69,37 persen atau 77 dari 111 pernikahan. Sementara prosentase terkecil terjadi di Kecamatan Dringu yakni 24,07 persen atau 71 dari 295 pernikahan.

Jika angka yang menjadi acuan, maka pernikahan anak tertinggi terjadi di Kecamatan Besuk yang mencapai 225 pernikahan atau 71,20 persen dari 316 pernikahan. Setelah itu diikuti oleh Kecamatan Sumberasih dengan pernikahan anak sebanyak 210 atau 46,46 persen dari 452 pernikahan. Serta Kecamatan Krucil sebanyak 193 pernikahan anak atau 62,06 persen dari 311 pernikahan.

Menurut Herman, pernikahan anak sering kali didorong oleh faktor desakan orangtua atau tokoh masyarakat dengan alasan budaya atau agama. Kemudian faktor pengetahuan orang tua, serta faktor ekonomi. Sehingga untuk menurunkan angka pernikahan dini adalah dengan gencar melakukan advokasi. Baik ditingkat Kabupaten maupun Kecamatan dengan endektan pada pelaku, pembuat kebijakan, tokoh masyarakat dan organisasi kemasyakataan.

“Selain itu, juga mendorong pemberdayaan, utamanya sektor ekonomi pada remaja melalui dinas terkait. Sebab salah satu alasan menikahkan anaknya karena faktor ekonomi. Kami juga punya program Kampung KB. Model kampung KB ini, memuat berbagai program komprehensif untuk pemberdayaan warga,” kata Herman. (cho/saw)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.