Pilih yang Penting atau Menarik? Jurnalistik punya dosa keturunannya sendiri: mengalahkan yang penting, memenangkan yang menarik.
Oleh: Dahlan Iskan
JURNALISTIK di zaman hedonistik dosa itu menjadi lebih besar: mengabaikan yang penting, mengutamakan yang menarik.
Di zaman seperti itulah para peneliti, kutu buku, pekerja serius, penemu ilmu dasar tidak mendapatkan publikasi yang memadai.
Padahal yang mereka lakukan itu penting.
Tapi kalah. Atau dikalahkan. Dengan peristiwa yang kategorinya hanya menarik. Padahal tidak penting.
Penting vs menarik tidak pernah menjadi topik bahasan dalam ilmu jurnalistik. Hanya persaingan kecepatan dan ratinglah yang menjadi bahasan yang lebih utama. Dalam jurnalistik saat ini.
Padahal peristiwa yang disebut ‘menarik’ itu kadang tidak penting. Bahkan peristiwanya sendiri bisa dibuat. Lalu dibuat lebih menarik. Agar dapat perhatian media.
Di situlah akarnya: pencitraan lebih menarik dari penelitian. Pencitraan bisa dibuat.
Karena ‘buatan’ maka pembuatannya pun sengaja dirancang untuk masuk kategori menarik.
Penelitian tidak bisa seperti itu. Penelitian harus apa adanya.
Maka, wahai para peneliti, janganlah berkecil hati. Begitulah media. Begitulah dunia yang fana ini.
Apa boleh buat.
Padahal tanpa peneliti tidak akan bisa diraih kemajuan. Penelitian sepenuhnya untuk masa depan yang panjang. Pencitraan untuk masa depan yang pendek.
Para peneliti baiknya tidak berkecil hati. Sejak dulu sudah begitu. Ingatlah sejarah tahun 1950-an. Ketika saya baru lahir.
Tahun itu ada penemuan luar biasa. Sangat penting. Untuk umat manusia. Tapi tidak pernah jadi berita besar. Kalah dengan heboh naik tahtanya ratu Inggris yang baru. Yang diliput habis-habisan. Berminggu-minggu. Berbulan-bulan. Sampai pun bentuk tumitnya seperti apa.
Juga kalah dengan peristiwa lain setelah itu: keberhasilan tim ekspedisi Inggris. Yang berupaya mendaki puncak Everest. Di Himalaya.
Penaklukan Himalaya itu menjadi liputan yang tiada henti. Seolah tanpa penaklukan itu Himalaya keburu pergi.
Padahal, tahun itu, peneliti menemukan struktur DNA manusia. Yang kelak diakui sebagai penemuan terpenting abad 20. Bahkan ada yang menyebut –seperti dalam buku Genomnya Matt Ridley– penemuan struktur DNA adalah penemuan terpenting selama 1.000 tahun ini.
Tapi siapa yang ingat nama penemunya? Yang berkesimpulan bahwa bahasa DNA ternyata sama dengan bahasa komputer?
Bahkan pengakuan dunia itu baru muncul setelah penemunya meninggal dunia: James Watson dan Francis Crick.
Kita harus waspada pada pertanda-pertanda: ‘penting’ dikalahkan oleh ‘menarik’. Atau dibuat kalah.(*)