Proses pembangunan itu sudah dimulai tahun lalu dengan melakukan pengurukan. Nah, tahun ini, Pemkot berencana melanjutkan, melalui anggaran daerah (APBD). Sebagai pemenang lelangnya, adalah CV. Mahadir, asal Dusun Gentengan, Desa Sedarum, Kecamatan Nguling, dengan harga negosiasi sebesar Rp 2.195.813.000.
Kemenangan CV Mahadir dalam proyek itu layak dicermati. Pasalnya, proyek tersebut sempat dinyatakan gagal lelang pada 4 Agustus 2018. Alasannya, dari 21 peserta lelang, tak satu pun yang dinilai memenuhi syarat. CV Sinar Perdana, satu-satunya peserta yang sempat mengajukan penawaran, juga dinyatakan gugur karena tidak memenuhi syarat teknis.
Belakangan, pada tanggal 4 September, Bagian Layanan Pengadaan (BLP) mengumumkan pemenang proyek tersebut. Yakni, CV Mahadir.
Dengan begitu, ada jeda 13 hari kalender, sejak proyek tersebut dinyatakan gagal lelang, sampai kemudian BLP mengumumkan pemenangnya.
Terkait keputusan gagal lelang oleh BLP sebelumnya, WartaBromo berusaha mengonfirmasi pemilik CV. Sinar Perdana, H. Wongso di rumahnya, komplek Pondok Sejati Indah, Kota Pasuruan. Penjelasan yang bersangkutan dirasa perlu, lantaran ia menjadi satu-satunya pihak yang sempat mengajukan penawaran, sebelum akhirnya dinyatakan gagal. Tetapi, pihaknya memilih tidak berkomentar. “No comment,” katanya, singkat.
Merujuk keterangan KPK, penetapan tersangka Setiyono, lantaran yang bersangkutan diduga kuat turut dalam pengaturan proyek di wilayahnya. Sebagai imbalannya, pihak pemenang bersepakat memberikan fee sebesar 5-7 persen kepada Setiyono dan kelompoknya. Khusus untuk proyek PLUT-UMKM ini, CV Mahadir sepakat memberikan fee 10 persen.
Menggunakan kata sandi “apel” dan “ready mix” alias semen campuran, CV Mahadir memberikan uang secara bertahap. Diantaranya, tanggal 24 Agustus atau 4 hari setelah CV Sinar Perdana di-drop, sebesar Rp 20 juta melalui transfer kepada Wahyu Tri Hardianto. Menurut KPK, uang tersebut sebagai tanda jadi. Padahal, saat itu masih proses retender.
Seperti rencana, tanggal 4 September, BLP akhirnya menetapkan CV. Mahadir sebagai pemenang lelang. Dan, sebagai imbal jasa atas penetapan pemenang itu, melalui M. Baqir, CV Mahadir kembali menyetorkan uang kepada Wali Kota. Kali ini secara tunai sebesar Rp 115 juta atau 5 persen dari kesepakatan. “Sisanya (5 persen) akan diberikan setelah termin pertama cair,” terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Febri menyebutkan, praktik jual-beli proyek, telah berlangsung lama. Melalui sejumlah orang dekatnya yang disebut sebagai trio kwek kwek, Setiyono disangka melakukan pengaturan proyek, di lingkungan Kota Pasuruan, dengan komitmen fee sebesar 5-7 persen dari nilai proyek.
Siapa trio kwek kwek yang dimaksud, pihak KPK belum bersedia membukanya. Namun, saat penggeledahan Sabtu, 6 Oktober lalu, sempat terdengar beberapa nama yang ditanyakan Satgas KPK. Diantaranya adalah ET, HN, dan AF. Tapi, ada juga mengkaitkan dengan akronim-akronim lain yang saat ini berkembang di masyarakat. Mereka adalah AW, FD, PW. Informasi yang didapat, ketiganya bernaung di tiga asosiasi jasa kontruksi berbeda.
Merasa Jadi Korban Birokrasi Nakal
Jual beli proyek dengan merekayasa pemenang, tak dibantah oleh pihak CV Mahadir. Meski begitu, CV yang berlokasi di Dusun Gentengan, Desa Sedarum, Kecamatan Nguling ini, juga merasa sebagai korban. “Korban dari birokrasi yang tidak sehat, nakal,” jelas Luthfi, kakak ipar M. Baqir.
Meski ada pemberian uang untuk mendapatkan pekerjaan di lingkungan Pemkot, Luthfi menepis CV Mahadir banyak mendapat proyek dari Wali Kota. Bahkan, proyek PLUT-UMKM yang menyeret adiknya, diakuinya sebagai proyek pertama yang didapat dari Pemkot.