Maka wartawan tersebut bisa dikenai sanksi. Bukan berdasar pasal kode etik jurnalistik. Tapi berdasar peraturan perusahaan.
Masalahnya: banyak perusahaan media tidak punya peraturan perusahaan. Apalagi perusahaan media online. Apalagi yang dijalankan secara pribadi.
Pelajaran dari Asia Sentinel adalah: tidak malu untuk mengakui kesalahan. Juga tidak mau meminta maaf. Secara terbuka.
Saya anggap Asia Sentinel sangat profesional.
Wartawan yang profesional adalah bukan yang tidak pernah berbuat salah.
Wartawan profesional adalah wartawan yang ketika berbuat salah tahu apa yang harus dilakukan. Misalnya: mengakui kesalahan, mencabut atau mengoreksi tulisannya, dan minta maaf.
Tapi, demi idealisme, tidak harus juga melakukan itu. Kalau sangat yakin isi tulisannya benar. Jangan dicabut. Jangan diralat. Jangan minta maaf.
Seperti ketika Asia Sentinel disomasi oleh Rosma Mansor. Istri Najib Razak. Perdana Menteri Malaysia saat itu.
Waktu itu Rosma hanya berani mensomasi. Asia Sentinel tidak peduli. Karena merasa benar.
Kali ini, dalam kasus Bank Century, Asia Sentinel minta maaf.
Apa yang kemudian akan terjadi? Bisa saja Asia Sentinel akan kembali menelusuri perkara ini. Lalu menulis lagi hasil investigasinya sendiri.
Gugatan tadi hanya jadi bahan awal saja. Bukan bahan utama.
Kode etik dibuat bukan untuk menjamin wartawan tidak berbuat salah. Kode etik menjamin agar wartawan tahu apa yang harus diperbuat kalau berbuat salah. Baik karena menyadarinya sendiri maupun karena diberitahu pihak lain.
Kode etik dibuat sendiri. Oleh pelaku profesi: wartawan, pengacara, dokter dan hakim. Untuk mencegah arogansi. Yang berujung pada tindakan anarkhi.
Profesi punya sisi otonomi. Untuk berbuat atau tidak berbuat. Otonomi punya sisi arogansi. Arogansi punya sisi anarkhi.(*)