Probolinggo (wartabromo.com) – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai pentingnya upaya pencegahan terkait aksi terorisme. Sorotan itu kemudian membuahkan rumusan sejumlah rekomendasi hingga perlunya amandemen UU Terorisme.
Komisioner KPAI Pusat, Susianah Affandy menyebut, regulasi terkait terorisme belum kuat. Terutama jika merujuk terhadap pencegahan tindakan radikalisme di masyarakat. Disebutnya, peran masyarakat dan kepolisian dalam bidang pencegahan radikalisme belum optimal. Terlebih bila ditinjau, ada keterlibatan anak, dalam sejumlah kasus terorisme-radikalisme.
“Sejauh ini, wewenang kepolisian dalam penindakan radikalisme-terorisme baru bisa dilakukan saat atau setelah terjadi aksi teror. Sedangkan, untuk upaya pencegahannya sebelum terjadi aksi teror, tidak bisa dilakukan,” ujar Susianah Affandy, di sela-sela kunjungan ke Sekretariat Pemkot Probolinggo, Selasa (28/8/2018).
KPAI berharap, ada amandemen undang-undang antiterorisme guna memasukkan regulasi pencegahan tersebut.
“Regulasi tentang pencegahan dan penindakan upaya radikalisasi dimasukkan ke dalam draft undang-undang. Sehingga upaya pencegahan radikalisme dapat dilakukan tanpa melanggar hukum. Karena telah dilindungi undang-undang,” ujar wanita berjilbab tersebut.
KPAI juga tengah menyiapkan rekomendasi, agar kasus pawai bercadar siswa TK Kartika V-69 tak terulang lagi. Rekomendasi tersebut, salah satunya kepada Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT). Tiga poin yang menjadi rekomendasi meliputi, himbauan agar BNPT melakukan deteksi dini. Infiltrasi radikalisasi di dunia pendidikan Indonesia.
Hal lain, satuan pendidikan dihimbau untuk berhati-hati dalam menggunakan simbol tertentu. Sebab penggunaan atribut yang masih kontroversi di indonesia, juga dapat menjadi legitimasi tertentu bagi anak. “Nanti setelah dari sini, kami langsung membuat sejumlah rekomendasi. Agar kasus semacam ini, tidak terulang lagi di daerah lain di Indonesia,” kata Ketua KPAI, Susanto. (lai/saw)