Sadar setelah 11 Tahun Dipenjara
Dalam kesempatan itu, WartaBromo sempat ngobrol dengan Iqbal, mantan narapidana kasus terorisme, yang baru bebas lima hari, jelang kegiatan itu berlangsung. Kepada WartaBromo, lelaki kelahiran Bandar Lampung ini, menghabiskan 11 tahun waktunya, di balik penjara atas sejumlah kasus teror dan kepemilikan senjata api.
“Total 11 tahun saya dipenjara,” kata Iqbal.
Tahun 2005, ia ditangkap atas kasus teror pertama dan dijatuhi hukuman 7 tahun. Bebas pada 2010, ia kembali dibekuk hingga dua kali, lantaran terlibat jaringan terorisme. Masing-masing divonis tiga dan satu tahun penjara.
Selama di kurungan, Ali Fauzi intens memantaunya. Mereka juga sering berkomunikasi. Apalagi, keduanya juga sudah saling kenal sejak sama-sama menghuni camp militer di Mindanao, Filipina. Intensitas komunikasi itu pula yang pada akhirnya membuka pola pikir Iqbal perihal Indonesia dan juga radikalisme.
Karena itu, begitu bebas lima hari jelang Hari Kemerdekaan, Iqbal langsung meluncur dari Cipinang menuju Tenggulun, Solokuro. “Kami memang sudah saling kenal. Sewaktu di dalam, saya selalu di monitor. Begitu saya bebas, mereka langsung menghubungi untuk berangkat ke sini,” kata Iqbal.
Kini Iqbal seolah menemukan kehidupan baru. Bersama kawan-kawannya di Yayasan Lingkar Perdamaian, ia siap menatap masa depan yang lebih produktif. Karena itu, melalui WartaBromo, ia pun mengimbau kepada teman-temannya yang saat ini menjalani hukuman untuk segera bergabung selepas dari penjara nanti.
“Kita lahir di Indonesia, besar di Indonesia. Masa depan kita, diri kita yang menentukan. Mari, menjadikan diri kita lebih baik, agar masa depan keluarga kita, anak cucu kita, bisa lebih baik lagi. Saya berharap, ke depan tidak ada lagi konflik-konflik atau kekerasan yang mengatasnamakan agama. Karena pada akhirnya, itu justru akan menimbulkan efek negatif yang berkepanjangan,” ujar Iqbal.
Secara khusus, ia juga berpesan kepada teman-temannya yang masih aktif berkegiatan di gerakan radikalisme. Dikatakannya, Indonesia yang majemuk tidak bisa dipungkiri. Ada banyak suku, agama, dan berbagai komunitas yang sejak awal ikut membantu, berdirinya negeri ini. Tetapi, jangan sampai perbedaan pemikiran dan ide justru menjadikan negeri ini terpecah belah. (*)