Probolinggo (wartabromo.com) – Perburuan burung marak, menjadi ancaman keberlangsungan ekosistem di perkebunan kopi. Sebab, burung-burung pemakan hama kopi populasinya semakin sedikit.
Dewasa ini, perburuan burung liar semakin menjamur di kalangan masyarakat. Baik perburuan dengan menggunakan senapan angin maupun menggunakan jebakan. Perburuan itu, motivasinya ada yang hanya sekedar hobi, ada juga untuk dipelihara atau dijual.
Dampak perburuan itu sangat dirasakan oleh kelompok tani (Poktan) Rejeki 17 Desa Watu Panjang, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo. Dikatakan saat ini beberapa jenis burung umum yang diketahui sebagai pemangsa serangga di kebun kopi seluas 37,2 hektar itu, sudah jauh berkurang. Padahal peran predator alami di lahan perkebunan kopi organik itu, sebelumnya sangat diandalkan.
“Salah satu faktornya adalah maraknya perburuan burung yang akhir-akhir ini semakin tak terkendali. Kondisi ini menjadi kekhawatiran bagi kami, para petani kopi organik, karena burung pemakan serangga itu tak ubahnya sebagai sahabat kami, dalam membantu mengendalikan hama penyakit,” terang Salehudin, Ketua Poktan.
Ia mengatakan dalam regulasi dan tata kelola perkebunan organik, harus mengacu pada teknik perawatan alami tanpa bahan kimia. Hal ini mutlak dilakukan, semata untuk memperoleh kualitas kopi arabika organik terbaik. “Sehingga keberadaan burung liar sangat diandalkan untuk membunuh ulat dan hama kopi lainnya,” tandasnya.
Kepala Desa Watu Panjang, Kus Junaidi, mengatakan pihaknya berencana untuk menggandeng beberapa pihak kompeten, untuk melakukan sosialisasi dan penyadaran agar warga atau pecinta burung tidak melakukan perburuan liar.
“Kami mengupayakan pelestarian satwa liar di sekitar perkebunan kopi organik kami, khususnya pada jenis burung yang menjadi musuh alami pada hama kopi. Oleh karenanya kedepan larangan berburu ini, juga akan kami rumuskan ke dalam Perdes Watu Panjang,” kata pria yang juga Kepala Desa Watu Panjang ini. (cho/saw)