Menunaikan ibadah haji merupakan dambaan setiap muslim di seluruh dunia. Namun, tak semua umat mampu memenuhi panggilan Allah SWT untuk menunaikan Rukun Islam ke 5 itu. Salah satu muslim yang beruntung itu adalah Ju’an (76), warga Desa Opo-opo, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo. Pria ini sehari-sehari bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan tak seberapa.
Laporan: Sundari Adi Wardhana – Probolinggo
Tak mudah menemukan rumah Ju’an di Blok Madina Dusun Darungan. Dari jalan beraspal, wartabromo.com harus melewati jalan ‘makadam’ sejauh 1.500 meter. Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak sejauh 300 meter. Di tengah areal persawahan, rumah mungil kakek berusia 76 tahun ini, mulai terlihat.
Tiba di rumahnya, wartabromo.com disambut dengan senyuman ramah ayah 8 anak ini. Setelah bercengkrama, ia kemudian menceritakan rencananya untuk menunaikan rukun Islam kelima itu melalui kelompok terbang (kloter) 28 Kabupaten Probolinggo. Dimana dirinya akan bergabung dengan 821 jemaah calon haji (JCH) yang akan berangkat pada Rabu (25/7/2018) ke embarkasi haji Surabaya.
“Alhamdulillah besok pagi saya berangkat ke Makkah-Madinah,” tuturnya.
Suami dari Mustimah (60) ini menuturkan, setiap hari aktifitasnya dihabiskan untuk mengatur irigasi sawah. Namun, sawah itu bukan miliknya melainkan milik tetangga di sekitar rumahnya. Aktifitas ini dilakukan sejak pagi hingga malam hari. Terutama di saat awal musim tanam untuk 15 lahan sawah yang diarinya.
Selama puluhan tahun, tugas utamanya mengatur distribusi air ke sawah-sawah yang hendak ditanami padi atau palawija. Dari pekerjaan ini, ia mendapat upah tak tentu dari pemilik sawah. Namun upah ini diterima setelah masa panen atau setiap empat bulan sekali.
“Tidak mesti nak, dari semua pemberian itu kadang sampai 3 juta, kadang tidak,” tutur Ju’an.
Agar bisa naik haji, Ju’an dan Mustimah hidup sederhana dengan makan ala kadarnya. Jangankan berfoya-foya, Ju’an bahkan membiarkan rumahnya yang berdinding seng dan anyaman bambu tanpa lantai, termakan usia demi menunaikan haji. Baginya, tak masalah tinggal di rumah sederhana asal bisa berangkat haji.
“Saya bilang ke istri, kita sudah tua. Karena itu, mari kita menabung untuk berhaji. Mudah-mudahan mendapat panggilan dari Allah. Biarlah rumah apa adanya yang penting tidak bocor saat hujan. Ternyata istri saya mengiyakan dan mengamininya,” terang kakek 76 tahun itu.
[Simak Videonya : Ju’an, Buruh Tani di Probolinggo Naik Haji ]
Hasil bekerja sebagai buruh tani inilah yang dikumpulkan sejak 2010 lalu, hingga mampu menunaikan ibadah haji. Sayang, cita-cita berhaji bersama istri tercinta, tak kesampaian. Karena tabungan yang dikumpulkan selama 9 tahun itu, hanya cukup untuk dirinya. Uang tabungan yang dikumpulkan, tak cukup untuk membiayai haji wanita yang dinikahi pada 33 tahun lalu ini.
“Untuk sangu disana saya hanya mampu membawa sedikit saja. Mudah-mudahan dengan ridho Allah, sepulang dari berhaji masih diberi kesehatan yang panjang dan bisa menabung lagi untuk membiayai istri berhaji atau umroh,” ungkap Ju’an sambil memohon doa agar diberi umur panjang.
Kegigihan Ju’an untuk berhaji ditengah kesederhanaan hidup, membuat warga sekitar bangga. Ju’an menurut warga bisa menjadi contoh bagi generasi muda, agar tidak hidup konsumtif dan hedonis. Namun juga menyeimbangkan dengan kewajiban agama.