Probolinggo (wartabromo.com) – Angka perceraian akibat konflik rumah tangga di Kabupaten Probolinggo terbilang tinggi. Dalam 6 bulan terakhir, ada seribu janda dan duda baru di daerah penghasil tembakau ini.
Dari data yang dimiliki Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Probolinggo, dalam 6 bulan terakhir ada 1025 gugatan perceraian. Angka itu termasuk sangat tinggi bagi sebuah pengadilan dengan kategori kelas 2B. Angka itu hampir identik dengan dengan semester awal 2017 lalu yang mencapai 1023.
“Salah satu faktornya adalah minimnya kesadaran usia ideal menikah. Sehingga mengakibatkan terjadi perceraian pada pasangan muda. Angka itu sangat tinggi, untuk pengadilan dengan kelas 2B harusnya dibawah seribu kasus,” kata Ketua PA Kabupaten Probolinggo, Lailatul Arafah, Senin (2/7/2018).
Menurutnya pasangan yang paling retan bercerai adalah usia pernikahan di bawah 5 tahun. Dimana kedua pasangan, baik wanita maupun pria, gagal beradaptasi dengan keluarga dari pasangannya. Salah satu contoh kasus, seorang pria ikut bersama pihak keluarga wanita, namun tidak cocok dengan situasi keluarga itu, sehingga timbul perceraian. Selain itu, juga dipengaruhi oleh pekerjaan atau aktivitas pasangannya.
“Karenanya kami meminta lembaga pendidikan dan kementerian agama, melakukan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran bagi anak muda. Agar mereka mementingkan pendidikan dan menunda pernikahan hingga umur yang sudah ditentukan. Baru ketika sudah matang dan siap untuk membina rumah tangga,” ujarnya.
PA Kabupaten Probolinggo, menurutnya mempunya program Susatin atau kursus calon pengantin. Dengan program ini, calo pengantin akan diberikan pengetahuan tentang hal-hal yang akan terjadi dalam rumah tangga. Serta cara menanggulanginya, sehingga tidak terjadi perceraian.
“Tentunya perlu peran serta seluruh pihak untuk memberikan kesadaran akan pernikahan dini. Agar bisa menekan angka perceraiaan di usia yang muda,” tandas mantan Ketua PA Kabupaten Bondowoso ini. (cho/saw)