Pasuruan (wartabromo.com) – Petani tembakau kian waktu dikatakan terus terjepit. Selain adanya penurunan produksi hingga tekanan kepada konsumen, panjangnya alur karena banyaknya pengepul tembakau, jadi hal mendasar terpuruknya petani.
Hal itu diungkap Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI), Joko Wahyudi di sela sarasehan terkait tembakau bersama Wakil Gubernur Jatim, Syaifullah Yusuf, di cottage Saygon Waterpark, Jumat (9/2/2018).
Dikatakan, saat ini secara nasional telah terjadi penurunan produksi tembakau, dengan rasio rata-rata mencapai 30%. Jumlah tersebut berlangsung sudah cukup lama, hingga tidak tertutup kemungkinan angka penurunan terus terjadi.
Dari catatannya, ia menyangkal bila saat ini pada produksi rokok kategori mesin ataupun tangan, terdapat kenaikan. Karena faktanya saat ini produksi tembakau di tingkat petani justru mengalami penurunan.
“Penurunan tereduksi 30%,” ujar Joko.
Diakui kemudian, pabrikan lebih memilih memproduksi rokok jenis SKM, karena lebih efisien dan tidak terlalu menyerap tenaga kerja. Meskipun demikian, ditegaskannya hal itu tidak berpengaruh besar pada usaha petani tembakau.
Belakangan dari telaah yang dilakukannya selama ini terungkap, bila faktor mendasar persoalan keberlangsungan usaha petani tembakau adalah adanya serangkaian distribusi terbilang cukup panjang.
Meskipun tidak secara tegas terdapat praktik permainan spekulan, namun Joko mengatakan, setidaknya terdapat empat pengepul, hingga tembakau dapat berada di dalam gudang pabrik rokok. Praktik itu dipastikan masih terus berlangsung dan menekan nasib petani tembakau.
“Empat pos (pengepul), masing-masing tentunya ingin mendapatkan untung. Untungnya dari mana, ya dari tembakau ini. Padahal yang menanam petani, seharusnya ini bisa dinikmati langsung petani,” terangnya.
Dengan kondisi itu, ditegaskan sudah saatnya perhatian kepada petani dilakukan dengan mengajak pabrikan secara langsung, agar dapat membangun kemitraan.
Konsep itu cukup adil dilakukan karena lebih memiliki sisi positif bagi petani maupun pabrikan.
Pihaknya pun kini terus gencar mendorong konsep kemitraan ini ke pemerintah untuk menjadi sebuah kebijakan sehingga bersifat mengikat.
“Bagaimanapun juga apa yang dikatakan oleh pemerintah pasti akan diikuti oleh rakyatnya termasuk pengusaha. Kalau kemitraan itu sesuatu yang menguntungkan. Tidak ada alasan bagi pengusaha untuk menolak. Sistem kemitraan ini sudah ada satu contoh di Pasuruan,” ujar Joko kemudian.
Diketahui, total produksi tembakau di Jawatimur mencapai 55% secara nasional. Sedangkan dalam catatan 2016, Jawatimur juga menyumbang
penghasilan negara dari cukai sebesar Rp 77,74 trilyun atau setara 54,7% dari total Rp 143 trilyun cukai secara nasional. (ono/ono)