Probolinggo (wartabromo.com) – Dianggap memperlambat proyek pembangunan tol Pasuruan Probolinggo (Paspro), 4 bidang lahan di Desa Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kraksaan, Selasa (6/2/2018). Ratusan personel gabungan TNI, Polri dan Satpol PP dikerahkan untuk mengamankan jalannya eksekusi.
Lahan itu milik Admuri, warga Desa Jangur dengan luas lahan 1.120 meter. Kemudian milik Sumiana seluas 155 meter, Kholifah seluas 540 meter, dan Supandi seluas 936 meter persegi. Ketiga nama terakhir adalah warga Desa Muneng. Keempat bidang lahan itu mempunyai luas keseluruhan sekitar 2.751 meter persegi. Selain lahan kosong, petugas juga mengeksekusi sejumlah bangunan dan tanaman yang berada diatas lahan tersebut.
Eksekusi itu dilakukan Pengadilan Negeri Kraksaan Probolinggo, karena keempat pemilik lahan enggan melepas lahannya untuk pembangunan tol Paspro. Penolakan pembebasan lahan oleh pemilik, disebabkan ketidak sepakatan harga yang ditawarkan pemerintah. Mereka kemudian melakukan gugatan sengkete ke pengadilan. Namun, dalam putusannya pengadilan memenangkan kasus sengketa lahan tersebut, atas nama Agus Minarno, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Tol Paspro Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PU-Pera).
“Kalau ini tidak segera dilakukan eksekusi tentunya akan menghambat rencana peresmian Presiden tanggal 29 Mei mendatang. Ini masalah ketidak-sepakatan harga yang ditawarkan Pemerintah, padahal diperkirakan harga sudah memenuhi syarat. Lokasi eksekusi kali ini, merupakan titik pembangunan proyek exit tol simpang susun bagian barat Pasuruan-Probolinggo,” ujarAgus Minarno.
Untuk mengantisipasi terjadinya kericuhan, sekitar 550 pasukan gabungan dikerahkan. Meliputi pasukan dari Polresta Probolinggo sebanyak 3 kompi atau 300 personel, Polres Probolinggo 1 kompi, Kodim 0820 Probolinggo 1 kompi, dan Satpol PP Kabupaten Probolinggo, sebanyak 50 personel.
“Jumlah tersebut, sudah termasuk 20 orang polwan sebagai negosiator,” kata Wakapolresta Probolinggo, Kompol Djumadi.
Sementara itu, Joni, salah satu keluarga pemilik lahan, menyayangkan eksekusi itu. Ia menuturkan, keluarganya melakukan gugatan ke pengadilan karena ada ketidak sesuaian harga yang ditawarkan pemerintah. Namun dengan keputusan pengadilan itu, warga tak dapat berbuat apa-apa.
“Ya akhirnya merelakan barang-barang mereka dikeluarkan paksa dari dalam rumah. Kami sudah minta kenaikan harga, namun tidak dinaikkan dengan alasan pengadilan, keluarga tidak menerima, masih proses hukum,” kata Joni. (fng/saw)