Probolinggo (wartabromo.com) – NI (6), korban perkosaan yang disangkakan kepada Ahmad Muzammil (22), warga Desa Temenggungan, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, alami syok mendalam. Ia pun tak mau masuk sekolah, karena mengalami goncangan psikis.
Hal itu diungkapkan oleh Mulyadi, paman NI, kepada wartabromo.com di kediamannya, Selasa (14/11/2017. Mulyadi menuturkan, keponakannya itu masih syok dengan peristiwa yang dialaminya. Untuk pergi ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) tempatnya menimba ilmu, siswa kelas 1 itu, sudah enggan. Pasalnya, untuk ke sekolah yang hanya berjarak sekitar 100 meter itu, NI harus melewati rumah Abdul Holik (17), yang merupakan lokasi ia dirudapaksa.
“Keponakan saya sudah tidak mau sekolah. Dia ketakutan karena untuk berangkat ke sekolah harus lewat lokasi itu (lokasi perkosaan, red). Apalagi dia diancam oleh Abdul Holik, yang sekarang ini masih belum ditangkap oleh polisi,” kata Mulyadi.
Karena itulah, Mulyadi mendesak polisi segera menangkap Abdul Holik. Selain kejadian itu di rumah Abdul Holik, dalam pengakuan NI kepada keluarga, pemuda itu juga ikut berperan aktif dalam kasus perkosaan itu. “Holik itu yang menarik dan memegang keponakan saya, kenapa dia gak ditangkap oleh polisi. Ya harus ditangkap secepatnya dan hukum seberat-beratnya,” terang pria yang juga Perangkat Desa Temenggungan ini.
Tak hanya pihak keluarga yang mendesak kepolisian, warga juga mendesak agar Abdul Holik segera ditangkap. Pasalnya, Abdul Holik dan Ahmad Muzammil (pelaku perkosaan) dikenal sebagai pemuda yang sering membuat kenakalan di lingkungan desa. Diketahui, Abdul Holik yang ditangkap bersama Ahmad Muzammil pada Jumat (10/11/2017) lalu, dilepas kembali oleh polisi dan dikenakan harus wajib lapor.
“Pokoknya harus segera ditangkap, warga ingin dia dihukum sesuai peraturan yang ada. Jangan sampai ada pergerakan massa karena masalah ini tidak klir. Warga disini bertanya-tanya kenapa hanya Muzammil saja, kok Holik dilepas kembali setelah ditangkap,” ujar Mahfud, salah satu warga.
Sebagimana diwartakan, Ahmad Muzammil memprkosa NI pada 4 November lalu. Namun, ia baru ditangkap oleh polisi pada sepekan kemudian karena ada laporan dari guru NI. Oleh polisi, ia kini dijadikan tersangka dan dijerat pasal 76d dan 82 Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ia terancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda 5 milyar rupiah. (saw/saw)