Pasuruan (wartabromo.com) – Sebagai upaya mewujudkan Pembangunan Pasuruan yang berkelanjutan, sejumlah elemen masyarakat menyepakati jika DAS (Daerah Aliran Sungai) Rejoso membutuhkan pengelolaan secara terpadu. Itulah kemudian Gerakan RejosoKita hadir mencoba menjawab tantangan bersama-sama para pemangku kepentingan.atau stakeholder.
Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan para pihak yang digelar hari ini (3/10/2017) oleh Yayasan Social Investment Indonesia (SII) di Hotel Dalwa Syariah Pasuruan. Hadir dalam acara tersebut Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Pasuruan, HM Soeharto, SH., MSi didampingi Kepala Dinas Penanaman Modal & PTSP Provinsi Jawa Timur Ir. Lili Soleh Wartadipraja, MM.
Selain dari OPD Pemkab Pasuruan dan Provinsi, acara ini juga dihadiri para pegiat lingkungan, sektor swasta, Universitas Brawijaya dan Universitas Gajah Mada dalam diskusi melibatkan kepala Desa dan Camat di DAS Rejoso. Pertemuan ini digelar untuk menyebarluaskan Gerakan RejosoKita ke beragam pemangku kepentingan khususnya di Pasuruan.
Ir. Kadarisman M.Eng dari Collaborative Knowledge Network (CK-Net) Indonesia didaulat sebagai pembicara pertama. Di sana, yang bersangkutan memaparkan fakta dan data bahwa pengeboran yang dilakukan masyarakat di 600 sumur artesis lebih menjadi ancaman yang nyata saat ini.
Data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 26 tahun, terhitung sejak 1990 sampai 2016, telah terjadi penurunan debit Mata Air Umbulan, dari sekitar 6000 liter/detik menjadi sekitar 3600 liter/detik.
Sementara itu, peneliti dari Universitas Gadjah Mada, M. Haris Miftakhul Fajar, M.Eng, menegaskan bahwa dalam siklus air, secara kuantitas tetap sama, namun yang perlu diperhatikan adalah kualitasnya yang harus dijaga.
“Kami telah memasang alat dan sensor di beberapa titik sebagai bekal dasar guna menganalisa bagaimana karakteristik air di DAS Rejoso”, ujar Haris.
Dilanjutkan dengan pembicara dari Universitas Brawijaya, Prof. Kurniatun Hairiah dan Ir. Didik Suprayogo, M.Sc, Ph.D, menyampaikan bahwa menjaga tutupan lahan dan meningkatkan tingkat presipitasi air ke dalam tanah itu sangat penting.
Sebab, cara itu dipercaya bisa menjaga kelestarian organisme dan mikroorganisme dalam tanah.
World Agroforestry Centre (ICRAF) yang diberikan kesempatan berbicara juga memaparkan bagaimana ragam kegiatan pertanian dan perkebunan yang sesuai dengan karakteristik kawasan setempat dapat membantu kelestarian DAS Rejoso.
Termasuk kemungkinan untuk menerapkan Skema Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) dalam upaya pelestarian DAS Rejoso.
Fungsi strategis dari DAS Rejoso terus mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari meningkatnya intensitas banjir, erosi, dan tanah longsor pada beberapa tahun terakhir ini.
Beragam faktor ditengarai menjadi penyebab, diantaranya aktivitas pertanian dan pertambangan yang tidak ramah lingkungan serta bertambahnya jumlah sumur artesis yang tidak terkendali. Padahal jika dikelola secara berkelanjutan, DAS Rejoso dapat memberikan manfaat yang besar tidak hanya bagi masyarakat setempat tetapi bagi masyarakat Jawa Timur secara umum.