Sosialisasi Pilkada Serentak, KPU Sasar Gereja

1416

Probolinggo (wartabromo.com) – KPU Kota Probolinggo, mulai melakukan sosialisasi Pilkada Serentak 2018. Petugas memilih melakukan sosialisasi di Gereja Paroki Maria Bunda Karamel, jalan Suroyo kota setempat.

Sosialisasi ini baru pertama diselenggarakan di gereja. Dalam sosialisasi yang dimulai sejak pukul 19.00 itu, jemaat Katholik, menanyakan beberapa hal. Diantaranya soal pemilih ganda hingga kebocoran suara.

Tak hanya itu, peserta juga menanyakan soal mencoblos di daerah lain, politik uang hngga pemberian bentuk barang lainnya.

“Apakah KPU bisa meloloskan calon dengan menyulap hasil suara. Kemudian apa kita bisa mencoblos gubernur atau walikota di daerah lain?,” tanya Thomas, salah satu jemaat gereja.

Secara gamblang Ketua KPU Kota Probolinggo Ahmad Hudri, menjawab pertanyaan-pertanyaan dari perserta sosialisasi. Menurutnya untuk nyoblos gubernur, bisa di kota atau kabupaten lain se Jawa Timur. Namun untuk pemilihan Walikota atau Bupati tidak bisa. Warga harus mencoblos di tempat tinggalnya, karena di wilayah lain, tidak ada kartu suaranya.

Baca Juga :   Digunakan Jalur Pemudik, Tol Gempol - Bangil Dibuka Sementara H-7 Lebaran

Terkait money politik dan beras politik atau semacamnya, Hudri meminta warga untuk melaporkan ke Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu Serentak, jika menemukan praktik itu.

“Apalagi saat ini, Panwas sampai atau ada di TPS, berbeda dengan pemilu sebelumnya yang hanya sampai di PPS atau kelurahan,” ujar Hudri, Selasa (5/9/2017).

Hudri mengatakan KPU atau KPPS tidak bisa memenangkan calon dengan cara memanipulasi jumlah perolehan suara. Misalnya dengan cara menambah calon yang hendak dimenangkan dan mengurangi suara calon lain.

“Contoh nyata adalah kasus sejumlah KPPS di Pasuruan yang sanggup memenangkan salah seorang caleg dengan imbalan sejumlah uang. Calon yang hendak dimenangkan tetap tidak jadi DPR, karena suaranya tetap kalah,” tuturnya.

Baca Juga :   Sampah Rumah Tangga hingga Bangkai Ayam Menumpuk di Sungai Djuri Purwosari

Praktik itu kian sulit untuk dilakukan saat ini, karena dalam Pilkada Serentak tahun depan, penghitungan suara di tingkat PPS atau kelurahan tidak ada.

Dari TPS, kotak suara langsung dibawa ke KPPS atau kecamatan untuk dihitung. Dengan demikian tidak ada penghitungan suara TPS.

“Oknum petugas maupun peserta Pilkada akan dibawa ke ranah hukum jika nekad melakukan praktek jual beli atau manipulasi suara,” tandas pria yang juga Wakil Ketua PCNU Kota Probolinggo ini.

Rencananya sosialisasi Pilkada Serentak ini akan dilakukan secara berkesinambungan di tempat lain. Karena Pilkada Serentak 2018 merupakan pemilu insklusif. Sehingga seluruh segmen masyarakat harus mendapat sosialisasi soal pilkada, tanpa kecuali. (fng/saw)