Tampilkan Drama Sejarah Kopi Jatiarjo, Sarasehan Tani Nasional Kian Berkesan

1068

Prigen (wartabromo.com)- Nuansa di hari terakhir acara Sarasehan Tani Nasional yang digagas komunitas Averroes di Dusun Tonggowa, Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, kian mendapat kesan, ketika masyarakat setempat menampilkan aksi drama berjudul “Kopi dan Kompeni”.

Dalam alur drama tersebut diceritakan, sekelompok petani di Desa Jatiarjo, tengah bekerja dengan peralatan sekedarnya, mengolah lahan kopi miliknya. Hingga suatu saat, tiba-tiba sekor sapi liar datang dan merusak sejumlah lahan petani. Hingga akhirnya, sapi liar dapat ditangkap dan dijinakkan

Sapi yang tadinya merusak tanaman dan lahan, kemudian dimanfaatkan untuk membantu aktifitas mengolah kopi. Beriringnya waktu, hasil pertanian petani Jatiarjo lambat laun meningkat dan melimpah.

Namun kebahagiaan itu sirna ketika Belanda menjajah Desa mereka. Warga petani dipaksa bekerja tanpa upah bahkan siksaan demi siksaan dialami mereka. Kesengsaraan kian mendera tatkala hasil bumi milik petani dirampas tak tersisa.

Seorang jawara kemudian melakukan perlawanan dengan mengajak warga petani bersatu melawan kesewenang-wenangan Belanda. Hingga pada akhirnya terjadi pertempuran hebat antara petani dengan pasukan Belanda dan berakhir dengan kepergian sang penjajah.

Salah satu peserta, Thola’al Badru (26) asal winongan, Kab Pasuruan. mengaku terkesan dengan aksi teaterikal yang dipertontonkan kepada peserta sarasehan tani. Menurutnya, semangat untuk mempertahankan bidaya dan sejarah di Desa Jatiarjo patut untuk dihargai.

“Sarasehan tani ini menjadi begitu berkesan. Setelah mak-mak nggoreng kopi, kita disuguhi dengan drama penuh nilai sejarah dan pesan moral,” tutur Badru.

Imam Bukhori, penyusun alur cerita drama menuturkan, bahwa drama ini melibatkan 14 aktor dari Dusun Tonggowa, Jatiarjo, diantaranya melakonkan petani kopi, ibu petani, kompeni dan sapi-sapian.

Ia menjelaskan, bahwa drama yang pertontonkan kepada peserta khususnya kepada generasi muda di Desa Jatiarjo adalah untuk mengingatkan sejarah perjuangan tanah dan kopi yang telah di wariskan.

“Ini adalah sejarah dan sejarah tidak boleh di lupakan,” tegas imam,

Selanjutnya pemuda Desa Jatiarjo itu memaparkan, bahwa bukti-bukti sejarah tersebut dapat dilihat dari masih tumbuhnya pohon kopi yang telah ditaman sejak zaman penjajah. Kopi-kopi itu sampai kini masih tetap tegak berdiri hingga mencapai 10 meter.

“Masih ada, jumlahnya ada 100 pohon dan saat panen perbatang pohon kopi dapat menghasilkan 20 Kg sampai 25 Kg,” lanjut Imam.

Uniknya pohon kopi yang peninggalan zaman Belanda tersebut, jika buahnya telah tua hanya berwarna kuning tidak berwana merah pada umumnya.(*/*).

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.