Prigen (wartabromo.com) – Rahadi, Direktur Susdec LPTP Solo mengatakan bahwa Pemerintah harus aktif memperhatikan nasib para petani. Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara diskusi di Sarasehan Tani dengan Tema “Membangun Sinergi, Menguatkan Petani” di Wisata Kampung Kopi Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (29/7/2017) siang.
Dalam diskusi itu, Rahadi duduk bersama dengan ratusan petani, akademisi, semua pegiat pertanian yang hadir dalam acara ini. Rahadi diplot sebagai narasumber bersama Arief Lukman Hakim Dosen Unira Malang.
Kepada WartaBromo, Rahadi menjelaskan bahwa pemerintah harus memberikan insentif berlebih, bagi petani yang berprestasi. Dalam konteks petani, prestasi ini bisa diartikan sebagai keberhasilan petani dalam panen.
“Selama ini yang tidak terpikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana membuat petani ini bahagia. Petani merasa diuntungkan dan mendapatkan apresiasi. Yang terjadi selama ini, Petani panen bagus tidak ada penghargaan sedikit pun dan bahkan diabaikan jasa mereka sekaligus upayanya untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil panennya,” ungkapnya.
Hal itu, kata dia, menjadi poin penting, karena petani akan merasa terpacu dan lebih dihargai. Targetnya, agar petani ini selalu meningkatkan kualitas pertaniannya. Ia pun juga meyakini bahwa cara ini sangat apik untuk mengantisipasi permasalahan di sektor pertanian,” paparnya.
Menurut Rahadi, penghargaan kepada petani itu tidak perlu besar ataupun mewah. ia berpendapat, pemerintah cukup memberikan potongan biaya PBB itu saja. Saya yakin petani tetap bersemangat dalam mengembangkan pertanian,” tandasnya.
Satu hal lagi yang tak kalah penting, tambah Rahadi, adalah persoalan pelatihan. Kata dia, untuk mengembangkan sdm pertanian, tidak harus melulu terhadap pelatihan kepada petani. Ia menyebut, hal itu tidak efektif.
“Sebenarnya petani hanya butuh perhatian saja. Mereka cukup didampingi saja, jangan diberondong pelatihan. Petani didampingi di setiap langkah, saya yakin produksi, sdm akan meningkat dengan sendirinya sejalan dengan berjalannya waktu,” paparnya
Terpisah, Arief Lukman Hakim, menambahkan, bahwa dibutuhkan strategi untuk menghadapi instabilitas harga komoditas pertanian dan strategi menghadapi permasalahan input pertanian (bibit, pupuk, peralatan dan sebagainya. “ada dua hal, yang harus dipelototi pemerintah selaku pemangku kebijakan. Petani selaku pemilik ladangnya. Pengetahuan tentang pertanian, dan pasarnya,” ungkapnya.
Ia menilai untuk merujuk ke arah sana, lebih baik pemerintah memikirkan bagaimana membuat peraturan yang melindungi petani. Dalam artian, selama ini, petani belum mendapatkan payung hukum secara resmi. Jadi, banyak petani yang mendapatkan gugatan atau tersandung kasus hukum.
Contohnya, soal pembenihan. Menurut dia, yang terjadi selama ini, pemerintah mempersulit perizinan soal pembenihan. Selain itu, harga atau biaya pembenihannya itu sendiri pun sangat mahal, dan memberatkan petani. Untuk satu benih, petani harus merogoh kocek cukup dalam sekitar Rp 300 juta.
“Nah kondisi ini kan jomplang. Di satu sisi petani diminta untuk meningkatkan pertanian dan hasil panennya. tapi petani tidak memiliki dan dilindungi payung hukum yang jelas. banyak kasus petani yang membuat benih tapi tidak teregister dan akhirnya dipenjara. Ini jangan sampai terjadi kembali, pemerintah harus membuat peraturan yang melindungi petani,” pungkasnya. (man/ono)