Sukapura (wartabromo.com) – Lautan pasir gunung Bromo di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, menjadi arena ratusan prajurit pangkalan TNI AU Lanud Abdulrachman Saleh asah kemampuan. Namun pendeknya space membuat prajurit yang melakukan atraksi terjun payung tidak mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam kegiatan Bromo Tracking itu.
Sebanyak 500 prajurit mengikuti Bromo Tracking dalam balutan suhu 13 derajat celsius area Gunung Bromo. Meski begitu, suhu ekstrim itu, tidak menyurutkan nyali mereka. Atraksi paling ditunggu adalah terjun payung Paskhas yang diturunkan pesawat Hercules skadron udara 32. Sebanyak 32 prajurit diterjunkan dari ketinggian 12.000 feet.
Namun, ketinggian area Bromo yang mencapai 7.150 feet membuat space titik penerjunan dengan pendaratan lebih pendek menjadi hanya 5.000 feet. Sehingga atraksi tidak maksimal. Hal lain yang menjadi kendala antraksi terjun payung adalah medan pendaratan yang mempunyai kemiringan hingga 60 derajat,termasuk menghindari titik api kawah Bromo.
“Sehingga teknik yang kami lakukan adalah jam emput, begitu loncat stabil langsung cabut. Mungkin tadi liat kami membawa seluruh perlengkapan kami dan untuk mengembirakan situasi disini kami membawa sejumlah bendera di Lanud Abdurrahman Saleh,” tutur Letkol. Helmy Ardianto, Danrem Paskhas TNI-AU Lanud Abdurrahman Saleh, yang memimpin penerjunan, Minggu (23/7/2017).
Sementara bagi warga Suku Tengger, latihan kemampuan ratusan prajurit yang pertama kali digelar ini, memberi keuntungan dari sisi kunjungan wisata. Terbukti, keberadaan prajurit di lautan pasir langsung memantik wisatawan untuk berfoto bersama.
“Tadi menjadi hiburan tersendiri bagi pengunjung Bromo. Semua berbaur dengan masyarakat wujud kemanunggalan TNI dengan masyarakat,” kata tokoh masyarakat Tengger, Supoyo.
Bromo Tracking merupakan latihan kemampuan bertempur dan bhakti sosial TNI-AU kepada warga Suku Tengger Bromo di empat wilayah berbeda. Mereka bergerak dari Lanud Abdulrahman Saleh Malang, kemudian melewati kawasan Coban Pelangi, Ngadas, Ngadisari hingga Penanjakan Pasuruan.
“Tengger ini merupakan miniatur Indonesia ketika kita bicara tentang kebhinekaan, disini kita ketahui bersama maysarakat Hindu, Budha, Muslim hidup berdampingan secara damai, tanpa permasalahan-permasalahan, tanpa gesekan. Mereka hidup bersama keharmonisan yang luar biasa. Yang saya harapkan ini menjadi contoh masyarakat nasional,” ungkap Danlanud Abdurrahman Saleh, Marsma Julexi Tambayon.
Sebagai wujud sinergitas, warga Suku Tengger lalu memasangkan odeng (ikat kepala) kepada para prajurit, yang dilanjutkan dengan makan bersama. Rencananya, agenda serupa kembali akan digelar pada perayaan Hari Bhakti TNI-AU 29 Juli 2018 mendatang. (cho/saw)