Lebaran Buyar, Koleng Datang

1754

Ramadhan selesai, lebaran buyar, Firman Murtado koleng tak ketulungan. Sudah biasa, penyakit tahunan itu memang rutin menjangkitinya selepas hari raya begini.

Dianalisa secara kasar, koleng yang menimpa Firman Murtado adalah karena Cak Wage sudah mulai rajin mengirim SMS nagih utang.

Awalnya kirim SMS ucapan selamat hari raya dengan hastage khusus. Karena Firman Murtado belum juga peka, Cak Wage mengirim pesan mau silaturrahmi ke rumah Firman Murtado, yang itu artinya, Cak Wage pasti menagih janji Firman Murtado yang akan nyaur selepas lebaran ketupat.

Makanya Firman Murtado makin galau karena tunjangan profesi sebagai pekerja rodi belum juga cair. Padahal itu yang dijagakno untuk nyaur utang sama Cak Wage.

PicsArt_07-06-12.39.47

Namun tanpa disadarinya, koleng tahunan yang rutin menimpa Firman Murtado adalah karena para malaikat, binatang melata, binatang darat, binatang laut dan binatang udara tak lagi nyuwuk umat kanjeng Nabi.

Sebulan Ramadhan kemarin, jangankan wiridan, ngorok atau jandoman di warung pun diam-diam ada yang memohonkan ampun dan keselamatan buat Firman.

Gusti Allah pun obral pahala, hambur-hambur ampunan, remisi besar-besaran kepada siapa saja yang sebenarnya sudah bertanda tangan di buku tamu neraka. Para malaikat diutus tiap jam menaruh kantongan berisi rejeki di teras rumah –mertua—Firman Murtado.

 Kegalauan Firman Murtado, sebenarnya bukan karena Cak Wage mulai nagih utang, sementara kepala dinas permadrasahan terus mem-PHP dirinya.

Namun, kegalauan Firman Murtado adalah karena kini ia kembali ke habitat asalnya. Begitu lebaran ia berteriak merdeka. Memekik takbir karena sejak saat itu, ia bebas makan, ngopi, ngudut, ngerasani, membikin pitenah, melirik bokong bohai istri Cak Manap atau sesekali menggoda para janda di dunia maya.

Sembahyang kembali bolong-bolong. Pikiran padhang ya sembahyang, pikiran ruwet semoyo dulu.

Hobi lama menjelek-jelekkan pemerintah kembali ia tekuni, nggedabrus di dunia maya, menebar hoax dan maiduh orang sudah kembali berjalan lancar setelah sebulan Ramadhan agak ia kurangi. Dan tentu saja, selama lebaran kemarin, seraya ngelencer ke sana kemari, Firman Murtado tak bisa menahan godaan maut ala janda kembang untuk ngerasani kerabat, ngersulo kaeadaan serta diam-diam merutuki kenapa bojone wong selalu nampak lebih ginuk-ginuk dari istrinya sendiri.

 Firman Murtado madul ketika ikut rombongan sowan sama Gus Hafidz.

“Kenapa ya Gus, setiap lebaran saya selalu koleng tanpa sebab?,”

“Lho kok sama?,” sergah Cak Manap.

“Wah, bagus itu. Perlu disujud syukuri,” jawab Gus Hafidz.

“Tapi ya harus dianalisa dulu. Jangan-jangan koleng karena hal yang berbau duniawi,” protes Ustadz Karimun.

“Sampeyan koleng karena apa, mas Firman?

“Ndak tahu, Gus. Pokoknya galau, tapi saya sendiri tak tahu sebabnya.”

“Kalau saya karena mikir hutang, Gus” sela Cak Manap.

“Kalau sampeyan koleng tanpa sebab jelas, bisa-bisa itu efek psikologis dari perpisahan kita dengan Ramadhan. Selama Ramadhan kan kita dimanja tanpa terasa sama Gusti Allah. Rejeki mengalir seperti pegawai negara yang dimanja pemerintah dengan berbagai tunjangan dan fasilitas. Raga dibersihkan dari toksin-toksin lahir-batin, jadwal hidup teratur, ibadah disiplin, mulut prei ngerasani, mata diet lirak-lirik bahkan gerak hati dan pikiran kita batasi dengan police line rohani. Makanya pantas saja kalau selepas Ramadhan begini kita merasa koleng, galau gulana bahkan bingung tanpa sebab. Ada yang protes di kedalaman hati kita. Ada yang rindu dan patah hati karena untuk sementara kita ewang-ewangan sama kekasih maha seksi bernama Ramadhan. Dan semoga saja kita masih bisa bisa rujuk, tidak talak tiga dengannya karena dijemput malaikat Izrail.”

“Tapi bagaimana dengan saya yang koleng karena lebaran kemarin devisit belanja dan harus meminjam BPKB keponakan, Gus?” kejar Cak Manap.

“Kalau itu biasa, Cak. Kecuali jika sampeyan kolengnya juga karena merasa kesepian selepas Ramadhan.” Jelas Gus Hafidz.

“Sepertinya kolaborasi, Gus. Di lain sisi koleng karena memikirkan cicilan, di lain sisi saya merasa kosong. Sepi. Dulu kan, setiap jam kita menunggu harapan? Setiap detik terasa begitu berarti karena tidur pun dapat pahala. Sekarang, surau kembali sepi, mushaf ditutup dan dibuka lagi tahun depan. Sajadah, kopyah kaji dan mukenah kita lipat lagi. Musim ibadah sudah berakhir, dan kita kembali kedunyan seperti sebelas bulan sebelumnya.”

“Alhamdulillah kalau begitu. Sampeyan dan Mas Firman Murtado patut berbahagia karena insya Allah ibadah kita ada yang nyantol di meja quality control ibadah. Kecuali jika kita kian hari kian kembali merasa merdeka karena lepas dari belenggu Ramadhan,”

_________
Penulis : Abdur Rozaq (wartabromo)

Website with WhatsApp Message
Follow Official WhatsApp Channel WARTABROMO untuk mendapatkan update terkini berita di sekitar anda. Klik disini.